"Maaf, Romo, tapi Wotwesi yang dulu berbeda dengan Kanjeng Wotwesi sekarang. Jaman sudah berubah. Bahkan pihak Kerajaan Demak pun mulai membangun kerja sama dengan Intijiwo!"
"Banyak juga penjahat jadi pengikut Intijiwo!"
"Tentu saja, Romo. Orang besar seperti Kanjeng Wotwesi selalu punya banyak pengikut. Kami tidak takut akan macam orang-orang jahat seperti itu. Kita juga punya banyak anak buah. Kalau menghabisi Kanjeng saja kita sebetulnya mampu, kenapa mesti takut kepada pengikutnya?"
Pertemuan keluarga besar itu dilakukan di rumah Ki Ageng, di ruang keluarga yang dikelilingi perabotan-perabotan mewah. Dari singgahsana kesayangannya, Ki Ageng menegaskan, "Kalian bukan penakut, tapi kekanak-kanakan! Kanjeng Wotwesi itu punya cucu berjuluk Iblis Muka Gedek, dan kalau dia muncul, kalian semua jadi satu pun tak akan ada peluang menang! Ki Genuk Gluduk dan Laskar Cabaknya yang hebat saja dibabat habis!"
Itu bukan topik pembicaraan yang suka didengar oleh putra-putra Ki Ageng Menak. Topik negatif yang cenderung melemahkan semangat. "Romo cenderung tidak mempercayai kami dan suka merendahkan kami!"
"Songkok," kata Ki Ageng sedikit letih, "Kau rupanya belum mengerti. Ketika Intijiwo berhadapan dengan Pendopo Emas, Banyak pengamat yang berspekulasi kalau Intijiwo kena batunya. Karena lawannya saat itu adalah Ki Suncoko yang didukung Ki Genuk Gluduk, pendekar paling sakti di Blora. Tapi yang terjadi ternyata sebaliknya. Ki Suncoko dan Pendopo Emas yang kini lenyap dari muka bumi!"
Banyak yang tidak tahu bahwa prestasi terbesar Intijiwo sebetulnya bukan 'perampasan' Pendopo Emas. Tapi karena kasus itu memang jauh lebih mengguncang dunia persilatan, maka kasus lainnya nyaris tidak terdengar.
***
Pada suatu pagi, Ki Ageng Menak tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya. Sakit anehnya itu semakin hari semakin parah dan beliau pun akhirnya meninggal sebulan kemudian.
Operasi yang menyebabkan tewasnya Ki Ageng Menak bukanlah upaya pertama yang dilakukan oleh Intijiwo. Pada tahun sebelumnya, satuan tim telah ditugaskan untuk membunuh pengusaha paling kaya raya di bagian barat Jawa itu, tetapi operasi itu dibatalkan pada menit-menit terakhir. Diduga saat itu Ki Ageng Menak sudah mulai melunak akibat bujukan anak-anaknya.
Setelah lewat setahun lebih, rupanya sikapnya tetap gigih menolak kerja sama dalam bentuk apapun dengan Intijiwo. Dia bahkan mulai mendapat perlindungan sangat ketat.