Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (106), Menyisahkan Kesunyian

9 November 2024   04:40 Diperbarui: 9 November 2024   05:02 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf, Kanjeng, saya khawatir pengaruh-pengaruh buruk akan membuatnya semakin terjerumus dalam kesesatan!"

"Apakah aku yang kamu maksud sebagai pengaruh buruk itu?" potong Kanjeng dengan nada tinggi dan mata terbelalak, "Dan membela kehormatan keluarga kau sebut kesesatan?"

"Maaf atas kebodohan saya, tapi bukan Kanjeng yang saya maksud!"

"Kau pikir aku bodoh apa? Ingat, Mbok, kamu itu bukan siapa-siapa. Hanya seorang pembantu. Dia bukan darah dagingmu. Dia adalah cucuku. Akulah kakeknya, yang berhak mengatur kehidupannya!"

"Sudah Eyang, jangan diteruskan!" potong Klebat membela Mbok. "Aku yakin mbok bermaksud baik. Aku yang salah!"

Kanjeng mengalah. Ia tidak suka dengan perempuan tua yang lancang dan dianggap bisa jadi penghalang besar dalam meraih impiannya. Penghalang yang justru berada dalam rumah sendiri. Ia langsung merancang rencana untuk menyingkirkan pembantu tidak tahu diri itu.

***

Setelah beberapa hari diam-diam menyalin Kitab Pusaka Sakti Mandraguna, Ki Dewan menyerahkan kitab itu kepada Kanjeng Wotwesi. Tentu ia mendapat imbalan yang sangat besar atas prestasinya itu.

Kanjeng tampak senang, tapi hanya membaca sampul sekilas dan langsung menyimpannya dalam lemari khusus. Bagi dia bukan isi kitab itu yang penting, tapi karena kitab itu merupakan salah satu pusaka yang menjadi rebutan para pendekar kelas atas. Ia bahkan sedikit pun tidak tertarik membuka-buka halamannya, atau bisa jadi ia berpikir bahwa dirinya sudah sakti tanpa harus belajar dari kitab itu.

Seperti yang diduga oleh Ki Dewan. Itulah kenapa dia menyalinnya. Ia memang sangat cerdik dan berniat mempelajari sendiri isi kitab itu di setiap saat ada kesempatan.

Kanjeng Wotwesi menangkap sesuatu yang mencurigakan dari pancaran wajah Ki Dewan. Ia bertanya dengan nada bercanda, "Kamu tidak menyobek beberapa halamannya kan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun