Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (104): Tugas Suci

6 November 2024   05:10 Diperbarui: 7 November 2024   20:22 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa itu terjadi saat Gala menginjak usia tujuh tahun. Sekitar empat tahun yang lalu, tapi masih segar dalam ingatannya bahwa ketika ia terjatuh setelah menerima tendangan kaki Raden Ghandi, ada orang dewasa yang memukul dadanya dengan sangat keras hingga dia pingsan. "Aku tahu siapa yang memukulku sampai aku pingsan, dan bukan karena tendangan kaki!"

"Betul, dan kamu pasti kaget kalau tahu bahwa orang itu melakukannya atas perintah Lintang. Keluarga mereka yang terhormat tentu tidak ingin melihat ada yang menyaingi putranya. Kamu sebenarnya lebih tangguh, lebih berbakat, sehingga dikhawatirkan kelak kamu yang akan mewarisi perguruan itu. Itu tidak boleh terjadi, makanya kamu harus disingkirkan sedini mungkin! Orang tuamu tahu itu, dan demi menyelamatkan nyawamu mereka memutuskan keluar dari padepokan!"

"Dari mana Tuan tahu semua ini?"

"Dari surat yang ditulis sendiri oleh sahabat terbaikku, Mahesa. Surat yang dikirim oleh seorang kurir itu aku terima tepat sehari sebelum peristiwa keji itu terjadi!"

Gala termenung memikirkan itu. Matanya mulai sedikit sembab.

"Orang tuamu adalah pendidik yang baik, guru yang berkepribadian tangguh, dan rendah hati. Dikhawatirkan kelak perguruannya akan mampu melahirkan pendekar-pendekar yang hebat. Itulah alasan kenapa perguruan baru, Benteng Sejati, harus diluluh-lantakan! Tapi pembunuh-pembunuh sadis itu tidak mampu menolak takdir bahwa yang maha kuasa melindungimu! Ayahmu sempat berniat menitipkanmu ke aku!"

Air mata Gala mulai menggenang. Terbayang, saat sekelompok orang datang menyerbu, ibu menyuruhnya bersembunyi di kandang ayam yang lumayan jauh di belakang rumah. Hujan deras dan petir mengiringi pembantaian itu. Keesokan harinya warga desa baru tahu bahwa padepokan baru itu telah rata dengan tanah. Guru dan semua muridnya tewas.

"Lalu dengan liciknya Lintang menuduh pelakunya adalah komplotan Wong Langit yang dipimpin Ki Kalong Wesi! Padahal kelompok itu adalah orang-orang yang sudah meninggalkan kehidupan duniawi!"

Gala merasa kepalanya pusing dan perutnya mual. Terlalu banyak realitas yang terasa sulit diterima akalnya.

Racun hasutan telah merasuk. Ki Dewan kemudian menawarkan bantuan kepada Gala untuk membalaskan dendam. "Orang tua angkatmu itu memiliki kitab pusaka, nah kamu harus bisa mencuri kitab yang berisi ajian-ajian sakti itu, untuk kamu pelajari dan kuasai agar nantinya mampu menandingi Lintang!"

"Kitab Pusaka Sakti Mandraguna!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun