"Ya, syukurlah!" Lelaki setengah baya berwajah bijaksana itu menatap serius. "Sebetulnya ada rahasia maha penting yang ingin kami sampaikan mengenai kematian kedua orang tuamu. Tapi kami tidak sampai hati menyampaikannya!"
Gala dibuat sangat penasaran. Ia bertanya dengan antusias, "Sampaikanlah Tuan. Saya sangat suka mendengar cerita tentang orang tua saya!"
"Tapi ini berita buruk!"
"Tidak apa-apa. Tidak ada hal buruk yang melebihi kematian kedua orang tua saya!"
"Kamu benar-benar mewaris sifat ayahmu!" Setelah menarik nafas panjang, Ki Dewan mengatakan bahwa pembunuh kedua orang tua anak itu yang sesungguhnya adalah Lintang. Karena tidak ada yang mampu mengalahkan sepasang pendekar hebat seperti Mahesa dan Lastri, kecuali Lintang Pendekar Pedang Akhirat.
Gala terpaku di tempat duduknya. "Itu tidak mungkin!"
"Saya sudah menduga kamu pasti tidak akan mempercayainya!"
Siang itu Ki Dewan tidak hanya menemukan ayam bakar yang enak sekali, tapi juga menemukan sebuah mangsa yang empuk untuk dihasut. Dia bercerita bahwa Mahesa dan Lastri adalah murid generasi pertama Mpu Naga yang mewarisi jurus-jurus asli padepokan. Ketika sepasang suami-istri itu memutuskan keluar dari padepokan dan mendirikan padepokan silat sendiri, Lintang dan Arum merasa dikhianati. Apalagi perguruan baru pecahan Benteng Nusa itu mulai menjadi buah bibir di tengah masyarakat, karena dianggap jauh lebih baik dari perguruan yang lama. Banyak murid Lintang yang akhirnya keluar dan memilih bergabung ke perguruan baru itu.
"Masih ingatkah kamu, Gala? Ayah dan ibumu mengambil keputusan untuk keluar dari perguruan karena kamu nyaris mati saat berkelahi dengan Ghandi?"
"Saat itu kami hanya sedang berlatih. Saya sudah biasa bertarung melawan Mas Ghandi!"
"Benar. Latihan yang membuat tulang dadamu patah dan menusuk jantung. Tapi semua itu rekayasa, sebuah rencana jahat untuk menyingkirkanmu. Benarkah anak kecil bisa melakukan itu, kalau bukan sebuah rekayasa?"