"Siap!" Serentak puluhan murid berteriak dengan penuh semangat.
"Baik. Tirukan ikrar yang akan saya bacakan. Ikrar Benteng Nusa!"
"Ikrar Benteng Nusa!" Suara puluhan murid yang menirukan ucapan Mahesa begitu menggetarkan orang-orang yang menonton di pinggir pekarangan.
"Satu, siap menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur.
Dua, siap mencintai dan menghormati sesama.
Tiga, siap selalu berpikir positif, kreatif dan dinamis.
Empat, siap menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Lima, siap berjiwa ksatria yang bertanggung jawab dan teguh dalam menghadapi segala ujian."
Tidak sampai satu bulan, kabar adanya padepokan baru itu menyebar ke desa-desa lain, sehingga banyak pemuda dari luar desa yang akhirnya tertarik untuk ikut bergabung. Kini cabang Benteng Nusa itu sudah memiliki murid dua ratus orang lebih.
Ada informasi yang sampai ke telinga Mahesa dan Lastri bahwa Padepokan Benteng Nusa di Jombang mulai merasa tersaingi dengan adanya cabang yang ternyata tumbuh sangat pesat. Mereka menganggap bahwa tanpa mendompleng nama besar Benteng Nusa, padepokan baru itu tidak mungkin bisa seperti itu.
Sementara itu, di Jombang tersebar informasi yang sampai ke telinga Arum dan Lintang bahwa padepokan Mahesa berniat memisahkan diri, dan mereka sudah menyiapkan nama pengganti untuk padepokannya, yaitu Padepokan Benteng Sejati. Mahesa dan Lastri mengaku mereka mewarisi ilmu silat yang murni dari Mpu Naga Neraka.