"Jawab!"
"Maaf, Guru, kami benar-benar tidak tahu mengenai itu!"
Mahesa hampir saja menghajar kedua murid itu tapi Lintang segera menengahi.
"Kalian berdua!" kata Lintang dengan nada berat hati, "Terpaksa kami pulangkan saat ini juga, sampai kasus ini terungkap!"
"Salah satu dari kalian pasti ada yang melakukan pemukulan. Kalian pengkhianat!" maki Mahesa.
Ada retakan serius di tulang dada Manggala dan itu menyebabkan luka di jantung. Retakan itu bisa jadi diakibatkan oleh tendangan kaki yang kemudian diperparah oleh tinju yang meninggalkan lebam biru kehitaman.
Lastri tetap memaksa suaminya untuk membawa pulang anak mereka ke kampung halamannya. Mereka mohon ijin kepada kedua guru mereka untuk pindah ke desa dengan alasan demi proses penyembuahan Manggala. Sebelumnya mereka memang sudah mendapat hasutan tentang persaingan di antara putra-putra mereka.
Lastri memiliki warisan sebidang pekarangan di samping rumah orang tuanya. Dari dulu memang sudah pernah terlintas di benaknya rencana untuk mendirikan padepokan silat di tempat itu, di sebuah desa yang tentram dan damai, jauh dari kota.
Kini impian mendirikan perguruan itu benar-benar terwujud. Itulah sejarah padepokan yang pertama kali memiliki cabang. Cabang Padepokan Benteng Nusa yang baru buka itu diserbu banyak pemuda desa. Mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menjadi murid.
***
Pidato Mahesa Wijaya di depan murid-muridnya, "Kami mendirikan padepokan ini dengan niat untuk menyebar-luaskan ilmu silat agar warisan leluhur ini tetap lestari. Semoga ilmu tersebut dipergunakan demi menegakkan kebenaran dan keadilan, membela yang tertindas dan menumpas kebatilan! Sebelum latihan, mari kita baca ikrar. Apa kalian semua siap?"