Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar sang Pendekar (94): Pemutarbalikan Fakta

24 Oktober 2024   06:07 Diperbarui: 24 Oktober 2024   06:17 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku sangat prihatin mendengar banyak korban jiwa di pihak Daha, dan aku ingat kamu. Syukurlah kamu masih selamat, meskipun keadaanmu pasti sangat sulit sekarang ini! Jika ada yang bisa aku bantu, apapun itu, katakan pada pamanmu ini, Nak?"

"Paman benar-benar seorang yang berhati luhur. Paman sendiri sedang menderita akibat menjadi korban kekalahan Daha, akan tetapi masih bisa menaruh belas kasihan kepada seseorang sepertiku!"

Dulu Ki Demang Wiryo menitipkan anak-anaknya belajar kepada Rakyan Kayuwangi, agar kelak ketika dewasa bisa diterima bekerja di lingkungan istana, meskipun tentu saja dengan membayar upeti yang tidak sedikit jumlahnya. Ki Kayuwangi yang cukup dekat dengan orang kepercayaan Patih Wahan memang biasa menggunakan sebagian upeti itu untuk menyuap pejabat istana sebagai imbalan.

Tanpa pengaruh Ki Kayuwangi, uang sekarung pun belum tentu cukup untuk membuat seseorang bisa diterima bekerja di lingkuangan istana. Oleh karena itu, Ki Demang merasa sangat berhutang budi kepada ayah Arya Dewandaru.

"Memang aku sudah bukan lagi sebagai demang," kata Ki Wiryo setelah melamun beberapa saat, "Tapi apalah artinya hidup ini jika kita tidak mampu berbuat kebajikan yang bermanfaat bagi sesama? Dan manfaat yang paling utama bagiku adalah berbakti kepada nusa dan bangsa!"

Arya Dewan sebelumnya tidak pernah mengenal pamannya itu dengan baik, tapi mendengar kata-kata pamannya itu ia merasa cukup bangga dan kagum.

"Aku tidak bisa berlepas diri dari memikirkan rakyat!" sambung Ki Wiryo, "Apa jadinya kalau orang-orang yang diberi amanah untuk memimpin, ternyata hanya sibuk sendiri berebut kekayaan dan kejayaan. Lupa bahwa mereka menjadi pemimpin itu untuk mengatur, untuk mesejahterakan dan memakmurkan rakyat!"

"Siapa sekarang yang menjadi demang di sini, Paman?"

"Japa. Dia memang pintar soal agama dan menjadi imam di langgar, tapi dia tidak memiliki sedikitpun ilmu pemerintahan. Dia hanya seorang penjilat yang hebat, dan didukung oleh Padepokan Benteng Nusa, sarang para penjilat Demak!"

"Padepokan Benteng Nusa?"

"Betul. Pemiliknya sengaja menyembunyikan diri bahwa sebetulnya dia adalah keturunan penjajah Mongol!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun