"Saya harus pergi ke Padepokan Benteng Nusa!" kata Cak Japa kepada istrinya. "Kalian pulanglah!"
***
Melihat keberingasan keempat orang lawannya, Lintang mengambil keputusan bulat untuk bertindak cepat menyingkirkan lawan-lawannya itu. Tiba-tiba ia berseru keras hingga keempat orang lawannya itu menjadi terkejut karena jantung mereka tergetar oleh gema suara yang hebat itu.
Pada saat itu, Ki Kalong Wesi sedang melayangkan pukulan dasyat ke dada Lintang, disusul Pendekar Golok Maut melayangkan sabetan ke kepala Lintang, dan golok Ki Bajul dengan gerakan yang kuat sekali dari arah belakang membabat leher, sedangkan sepasang tinju Pendekar Cebol mengancam ke arah punggung. Akan tetapi, karena kekagetan tadi membuat mereka agak tercengang hingga gerakan mereka menjadi lambat, Lintang lalu memperlihatkan kelihaiannya yang benar-benar hebat dan sukar untuk dipercaya oleh mereka yang menyaksikan. Lintang tidak mengelak dari serangan-serangan dari berbagai arah itu, bahkan ia seolah hanya pasrah.
Pada saat itu, cakaran ke arah dada telah mencapai sasarannya dan tepat mengenai ulu hati Lintang. Akan tetapi, alangkah terkejutnya Ki Kalong Wesi ketika ia merasa betapa pukulannya itu seakan-akan telah memukul karung kosong saja. Ia cepat menarik kembali dan dengan mata terbelalak ia melihat betapa kepalan tangannya telah gosong, tulang-tulangnya terasa ngilu. Ia mengeluarkan raungan seperti binatang buas. Tiba-tiba rasa pedih luar biasa menjalar cepat ke sekujur tubuh.
Senjata di tangan Pendekar Golok Maut dan Ki Bajul Brantas yang nyaris berbarengan datangnya dengan kekuatan luar biasa itu, yang sudah pasti tidak ada lagi kesempatan buat Lintang untuk mengelak, namun entah bagaimana Lintang menggerakan tangannya, karena tiba-tiba golok-golok di tangan Ki Bajul dan Pendekar Golok Maut terlepas.
Sementara itu, sepasang tinju Pendekar Cebol belum sempat mengenai sasaran tapi kedua tinjunya terasa membentur batu karang yang membuat jemarinya remuk. Tak tertahankan lagi terbungkuk-bungkuk dan akhirnya dia jatuh bergulingan. Hebat bukan main penderitaan itu, sekali pun dia adalah seorang pendekar yang amat kuat.
Lintang menghembuskan nafas pelan, ternyata ia telah dapat melumpuhkan empat serangan lawan tanpa mengubah kedudukan kakinya. Lintang tidak berhenti sampai di situ saja dan sekali pedangnya berkelebat ke arah empat orang lawannya, mereka merasa angin yang kuat menyambar, maka mereka terpaksa menggerakan tangan menangkis. Akan tetapi, dengan heran mereka melihat Lintang masih tetap berada di tempatnya, sedangkan mereka tidak merasa mendapat pukulan.
Selagi empat orang itu memandang heran, tiba-tiba Cak Japa yang sudah berdiri di pinggir merasa kagum melihat demonstrasi kepandaian pendekar muda itu. "Dengan mudah Pendekar Pedang Akhirat mengalahkan jagoan-jagoan Ki Demang! Ki Kalong Wesi, kamu dan kawan-kawanmu telah kalah, maka kalian silakan angkat kaki dari sini!"
Pendekar Golok Maut memandang dengan marah, "Kami memang telah kehilangan senjata, akan tetepi itu bukan berarti bahwa kami telah kalah, karena kami belum dirobohkan! Bagi kami, kehilangan nyawa lebih baik ketimbangan menyerah!"
Cak Japa kembali tertawa pelan. "Manusia dungu dan tidak tahu diri! Kalian telah mendapat ampunan dari ketua kami, akan tetapi masih belum mengakui kedunguan sendiri? Ki Kalong Wesi, Pendekar Golok Maut, Ki Bajul Brantas dan kamu juga Pendekar Cebol, lihatlah tanah di bawahmu!"