"Nah, apa aku bisa tinggal diam jika calon istriku akan menghadapi bahaya? Bahayamu adalah bahayaku juga! Apapun yang akan terjadi, kita hadapi bersama!"
Petang harinya kedua pasangan kekasih itu mendatangi rumah Juragan Bejo. Mereka mendapat informasi dari seorang pembantu perempuan bahwa Juragan Bejo dan anak buahnya sedang berada di tempat kerja.
"Di mana tempat kerjanya?" tanya Lastri.
"Tempat kerjanya di Pesanggrahan Seribu Kembang. Juragan Bejo adalah ketua keamanan di situ. Pulangnya biasanya besok pagi!"
Lastri yang sudah tidak sabar segera mengajak Mahesa pergi menuju pesanggrahan yang dimaksud. Pesanggrahan yang menyediakan rumah makan, penginapan dan panti pijat itu hanya sebagai kedok bisnis sesungguhnya, yakni pelacuran dan perjudian. Tidak banyak yang tahu bahwa tempat itu sebetulnya adalah milik Ki Demang Wiryo.
Begitu menginjakkan kaki di pintu gerbang, Lastri langsung menanyakan kepada seorang penjaga bahwa ia mencari Ki Bejo.
"Ada keperluan apa mencari juragan?" tanya penjaga itu sedang pikirannya menduga bahwa gadis itu mungkin akan mencari pekerjaan. "Apa Mbakyu sudah ada janji untuk bertemu?"
"Saya punya urusan pribadi dengan Juragan Bejo!" jawab Lastri, "Dan saya ingin sampaikan langsung kepadanya!"
Penjaga itu memandang penuh selidik kepada Lastri dan Mahesa secara bergantian, kemudian ia menyuruh seorang temannya memanggil Sang Juragan.
Tidak berselang lama, seorang penjaga berlari kecil keluar dari gedung rumah makan. "Kalian disuruh masuk!" katanya setelah dekat. "Mari ikuti saya lewat sini!"
Mereka melewati jalan setapak di tengah taman di samping gedung rumah makan, menuju sebuah bangunan terpisah yang rupanya adalah kantor keamanan. Terdengar alunan suara gamelan dari ruang lain yang menerobos melalui jendela. Ki Bejo duduk berselonjor di kursi panjang sambil menghisap rokok klobot mahal. Ia masih santai dengan sikap seperti itu ketika penjaga yang mengantar kedua tamu itu sudah sampai di situ.