Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (79), Tempat Terangker Adalah Tempat Teraman

2 Oktober 2024   04:14 Diperbarui: 2 Oktober 2024   04:48 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Pendekar Golok Maut dan Ki Bajul Brantas nyaris menghabisi Ki Marijan, akan tetapi Cak Japa melakukan gerakan mendahului mereka. Cak Japa meloncat ke tengah, kedua tangannya bergerak dan kakinya bergeser dengan langkah-langkah aneh. Tubuhnya mendadak menyelinap di antara sambaran dua golok, dan tahu-tahu kedua tangannya sudah memasuki ruang kosong di celah-celah kilatan golok dan mendorong ke arah kedua pundak lawan.

Terdengar Ki Bajul Brantas dan Pendekar Golok Maut menjerit kesakitan dan sepasang golok terlepas dan di saat lain kedua golok itu sudah berpindah ke tangan Cak Japa.

Sementara itu, Ki Kalong Wesi menyerang menggunakan suara dengan nada yang nyaring dan tinggi, sangat tidak enak didengar, sehingga banyak murid-murid dari berbagai perguruan merasakan seluruh tubuh mereka menggigil, tidak kuat mendengar suara-suara itu lebih lama lagi. Mereka merasa betapa suara itu memasuki telinga dan terus menusuk ke dalam jantung, seakan-akan menyerang semua isi dada dan hendak memecahkannya. Suara itu kemudian diimbangi oleh Cak Japa.

Sementara bagi para pendekar, sebagai seorang ahli-ahli silat tinggi, mereka kaget sekali dan cepat-cepat duduk bersila mengerahkan tenaga dalam untuk menahan pengaruh kekuatan dasyat dari suara itu. Hebatnya, suara itu berlangsung terus dan makin lama makin pucatlah muka beberapa orang dan bahkan sudah ada yang memuntahkan darah.

Bagi pendekar-pendekar silat yang tingkat ilmunya sudah tinggi, melakukan serangan tanpa menggerakkan anggota tubuh bukanlah hal yang aneh. Suara pun dapat dipergunakan sebagai senjata, malah lebih ampuh dari pada tajamnya pedang. Bagi mereka yang tenaga dalamnya kuat sekali, maka di dalam suaranya dapat diisi gelombang energi yang cukup dasyat untuk merobohkan musuh. Getaran energi itu bisa menyerap tenaga, bisa menggetarkan organ-organ tubuh dan menghancurkan urat-urat syaraf.

Tiba-tiba suara-suara itu berhenti, dari mulut Ki Kalong Wesi dan Cak Japa menyembur darah segar. Mereka berdua terbatuk-batuk beberapa kali dan tahulah para pendekar bahwa kedua pendekar itu telah menderita luka dalam yang hebat. Ki Kalong Wesi memang belum benar-benar sembuh lukanya ketika dulu bertarung tenaga batin melawan Lintang.

Terbelalak mata Ki Kalong Wesi yang sipit merah itu. dadanya terasa sesak dan sakit seolah-olah telah dihantam palu besar. Ia merasa heran karena ternyata ada orang lain selain pemuda Lintang yang memiliki kemampuan setara dengannya.

"Mohon dengan hormat hentikan pertempuran ini!" teriak Cak Japa dari tengah halaman Padepokan Macan Abang, "Tidak bisakah persoalan sepele ini kita selesaikan dengan musyawarah?"

"Mereka yang datang menyerang! Kami hanya membela diri!" sahut Ki Demang.

"Mereka yang lebih dulu menyerang kami, Pak Kyai!" bantah Ki Tejo, "Kami datang untuk menuntut keadilan dan pertanggungjawaban! Murid-murid kami banyak yang terluka dan padepokan kami rusak berat!"

Cak Japa memberi tanda agar Ki Tejo diam dulu. Ki Tejo yang merasa tadi cukup terdesak dan nyaris mati, dengan senang hati menerima arahan Cak Japa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun