Kesalahan Syekh Siti Jenar sesungguhnya adalah kedekatannya dengan Ki Ageng Pengging. Kedekatan mereka ini disalah-artikan oleh mereka yang masih menilai sesuatu hanya sebatas kulit. Syekh Siti Jenar dituduh mendekati Ki Ageng Pengging untuk mencari dukungan kekuatan. Sebab Ki Ageng Pengging sesungguhnya adalah salah satu pewaris sah tahta Majapahit.
Seorang putri Bhre Kertabhumi dari permaisuri Dewi Anarawati, menikah dengan Adipati Handayaningrat IV. Dari pernikahan itu lahirlah dua orang putra, Kebo Kanigara dan Kebo Kenanga yang kelak terkenal dengan nama Ki Ageng Pengging.
Si sulung, Kebo Kanigara, pergi meninggalkan kemewahan kadipaten dan memilih menjadi seorang pertapa di Gunung Merapi. Oleh karena itu, yang menggantikan Adipati Handayaningrat IV sebagai Adipati Pengging, tak lain adalah Kebo Kenanga. Dia juga disebut-sebut sebagai pewaris sah tahta Majapahit manakala Prabu Brawijaya V mangkat. Suatu berkah sekaligus bencana.
Ki Ageng Pengging beragama Shiva Buddha, ia sangat tertarik mendalami spiritual murni. Itulah kenapa dia senang berdiskusi dengan Syekh Siti Jenar tentang 'Hakikat Kebenaran' dan 'Kehidupan Sejati'. Ki Ageng Pengging tidak tertarik dengan jabatan, apalagi mahkota atau singgasana Majapahit. Kendati sesungguhnya, dialah yang dipandang paling berhak mewarisi tahta tersebut. Ki Ageng Pengging dan Syekh Siti Jenar hanyalah seorang sahabat spiritual. Namun demi mempertahankan kekuasaan, dua orang sahabat itu lantas menjadi target utama untuk disingkirkan.
Citra mereka berdua dibuat buruk. Ajaran mereka dituduh menyimpang dan sesat. Meskipun demikian, keharuman nama keduanya tetap terjaga di relung hati tersembunyi masyarakat, walaupun tidak ada yang berani menyatakan secara terang-terangan.
Ki Ageng Pengging kelak memiliki seorang putra bernama Mas Karebat atau Jaka Tingkir, yang kelak menjadi Sultan Pajang dengan gelar Sultan Adiwijaya.
***
Pada malam hari yang sunyi, seorang wanita cantik yang bepakaian seragam Benteng Naga berlatih silat seorang diri di sebuah taman berumput. Taman itu lumayan bagus dan tentu menyenangkan untuk berlatih silat, namun di sela-sela gerakan yang lincah dan indah terdengar isak tangis yang tertahan.
Wanita yang bermain silat menggunakan pedang sambil menangis perlahan itu adalah Arum Naga. Sebagai seorang pendekar wanita yang namanya cukup terkenal, menitikan air mata merupakan suatu hal yang pantang dilakukan. Oleh karena itu, semua beban penderitaan itu disembunyikannya dengan rapat selama ini. Baru pada malam hari itu, ketika ia lepas kontrol dan nyaris terjerumus ke dalam dosa, ia pergi ke taman untuk berlatih silat sambil meratapi nasibnya yang buruk.
Siapa orangnya yang tidak berduka, ayah tempatnya bergantung telah meninggalkan dia seorang diri, kemudian ia mengalami keguguran, setelah itu suaminya yang menjadi pelindung hidup menghilang tak tentu rimbanya. Berantakanlah mimpi-mimpi indah yang selama ini menghiasi benaknya, dan di taman itu ia dapat meluapkan semua kesedihannya melalui jurus-jurus silat.
Setelah memakan waktu hampir dua jam memainkan ratusan jurus tanpa henti, ia istirahat sambil mengatur nafas, sekaligus menyusut air matanya yang mengalir membentuk anak sungai. Arum begitu terbenam dalam kesedihan sehingga ia tidak mendengar Lintang datang menghampirinya.