Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (64): Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang

12 September 2024   07:19 Diperbarui: 12 September 2024   07:21 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Surantanu yang kehabisan akal akhirnya berlaku nekat, dia berlari masuk ke dalam hutan yang penuh dengan rawa-rawa berbahaya. Mendadak, ketika melintasi sebuah batang dahan yang tertutup lumut, Kebokicak mendadak muncul menghadang di depan. Pertatungan di atas sebatang dahan tak terelakkan.

Ketika akhirnya Surantanu terpeleset dan jatuh ke lumpur, ia memekik keras. Tubuhnya amblas sampai ke pinggang. Ternyata dia berada di rawa berlumpur yang menghisap tubuhnya dengan sangat kuat. Dia meronta-ronta, namun gerakannya itu justru membuat tubuhnya tenggelam makin dalam, sampai sebatas leher.

Betapa pun kejam dan ganasnya Surantanu, saat menghadapi maut yang mencengkeramnya perlahan-lahan itu, timbullah perasaan takutnya. "Tolong..!" jeritnya mengibah.

Kebokicak datang mendekat tak ubahnya seekor capung yang begitu ringan, melayang di atas kepala lawannya. Apabila tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, pasti sulit untuk mempercayai kejadian itu.

"Topo, insyaflah dan berjanjilah untuk berubah menjadi manusia baik-baik sesuai dengan darah keluargamu!" kata Tulus. Akan tetapi, hal ini benar-benar merupakan pengobatan yang sudah amat terlambat bagi penyakit hati yang kronis.

"Tolong.., Cak Tulus..!" suara Topo memelas. "Tidak ingatkah kamu ketika masih ada ibu? Ketika kita berkelahi ibu lalu bilang tidak akan mengakui kita sebagai anak-anaknya!" Air matanya mengalir membasahi pipi. Tubuhnya telah tenggelam seluruhnya tinggal kepala. "Ibu, maafkan anakmu ini!"

Tidak terasa dua titik air bening jatuh dari kedua mata Tulus. Ia lalu meraih tangan Topo, dan berusaha mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengangkat. Tapi karena tidak ada pijakan maka ia tidak bisa memaksimalkan tenaganya yang memang sudah banyak terkuras. Sudah beberapa hari ia tidak makan. Upayanya tampaknya akan sia-sia. Topo kemudian menjulurkan kedua tangannya untuk berpegangan pada leher Tulus. Tiba-tiba kedua tangan itu menarik sekuat tenaga. Serangan yang sama sekali tak terduga itu membuat Tulus ikut terperosok ke dalam lumpur dan Topo menariknya semakin dalam. Ia ingin menjadikan tubuh Tulus sebagai pijakan untuk mengangkat tubuhnya sendiri keluar dari perangkap lumpur penghisap, tapi kubangan itu sangat dalam sehingga kedua tubuh pendekar itu akhirnya semakin tenggelam.

Tamatlah riwayat pertarungan dasyat Raden Tulus Pangestu Si Pendekar Kebokicak dan Topo Surantanu Si Begawan Dunia Kegelapan. Kalah jadi abu, menang jadi arang. Salah satu peninggalan bersejarah dari kisah itu dan menjadi ikon Jombang adalah Ringin Contong, sebagai salah satu tempat persinggahan Kebokicak dalam masa pengejarannya terhadap Surontanu.

Sampai sekarang nama Jombang tidak terlepas dari kisah itu, dan Pendekar Kebokicak, adaah tokoh utama pembela kebenaran yang senantiasa diabadikan dalam catatan emas memori masyarakat Jombang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun