"Kapan gurumu pulang?"
"Maaf, kami tidak bisa memastikan!"
"Hm.., dengan sangat menyesal berarti aku harus hancurkan tempat ini!" Selesai mengatakan itu dia langsung mengamuk mengobrak-abrik perabotan di tempat itu. Dia memang tidak bersenjata, tapi benda apapun yang dipegangnya bisa menjadi senjata yang sangat mematikan.
Mahesa dan keenam temannya langsung melayani serangan membabi buta Pendekar Pertapa Sakti itu. Mereka meraih berbagai senjata yang dipajang di ruangan dan segera memberikan gempuran perlawanan. Mereka menghujamkan serangan bertubi-tubi yang amat berbahaya. Akan tetapi betapa kagetnya mereka karena senjata-senjata itu tidak mampu melukai tubuh lawannya.
Mereka maklum bahwa orang yang memiliki tenaga dalam amat kuat dapat menjadi kebal, akan tetapi selama hidup mereka belum pernah menyaksikan kekebalan seperti yang dihadapi sekarang. Kekebalan yang agaknya tanpa disertai pengerahan tenaga, tetapi seperti gundukan baja yang sangat keras, sehingga senjata-senjata mereka yang menimpa tubuh lawan itu mengeluarkan percikan api dan menjadi tumpul dan kadang sampai patah.
Sabetan pedang Mahesa yang sangat deras berani ditangkap oleh Pertapa Sakti dengan telapak tangannya, kemudian diremas hingga besi baja pedang itu membentuk cetakan genggaman jari. Semua senjata sepertinya tidak ada gunanya lagi.
"Ada penjahat masuk!" terdengar teriakan salah seorang.
"Ada orang jahat ngamuk!" sahut yang lain.
Puluhan murid yang saat itu sedang berlatih di halaman menjadi terkejut, mereka kemudian berhamburan mengambil berbagai senjata dan ikut mengepung Pendekar Juwama yang jumawa.
Saat itu Ki Kazan, Pendekar tua yang sangat dihormati orang Demak, sedang mengamati pertempuran itu dari ketinggian sebuah pohon. Ia sangat dihormati oleh karena selain memiliki ilmu kanuragan dan pengobatan tingkat tinggi, juga terkenal sebagai seorang pakar ilmu kebatinan. Kedatangannya ke padepokan itu rupanya didahului oleh Pendekar Pertapa Sakti.
"Ah, alangkah banyak orang Majapahit yang berilmu tinggi dan hebat sekali!" gumamnya kagum, "Untungnya mereka ini tidak peduli tentang kedudukan dan jabatan di pemerintahan. Kalau dulu Raja Majapahit tidak demikian bodoh dan bisa menghargai orang-orang seperti ini, kerajaan manakah di dunia ini yang sanggup menandingi Majapahit?"