Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (58), Pendekar Juwaima yang Jumawa

5 September 2024   08:01 Diperbarui: 5 September 2024   08:10 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

"Mengapa Sinuhun menganggap pelajaran mengenai moral sebagai pelajaran omong kosong?" tanya seorang murid memberanikan diri.

Topo Suratanu dipanggil sinuhun oleh para muridnya. Sinuhun bisa berarti 'sesembahan'. Ia tersenyum sinis mendengar pertanyaan itu. "Pelajaran mengenai moral memang pelajaran omong kosong, dan hanya bualan orang-orang yang sejatinya lemah, yang sembunyi di balik jubah moral dan mengaku diri mereka suci. Kalian perhatikan, apa dengan adanya pelajaran mengenai moral lantas dunia ini menjadi lebih baik? Lihat saja, di manakah terjadinya kejahatan-kejahatan besar? 

Bukan di dusun-dusun yang dihuni oleh orang-orang yang pikirannya masih amat sederhana, yang tidak dididik oleh kalangan yang ahli tentang pelajaran moral! Akan tetapi, kejahatan-kejahatan besar justru banyak terjadi di kota-kota besar, yang orang-orangnya kenyang dengan pelajaran moral dan segala tetek bengeknya!"

Setelah mengamati wajah-wajah muridnya yang tertegun sementara mulut mereka terkunci, Topo kemudian melanjutkan, "Pelajaran soal moral terbukti tak dapat memperbaiki sifat manusia! Kalian pasti sering melihat orang-orang yang menggunakan segala keindahan ujaran-ujaran moral untuk membual, untuk membodohi dan mengelabui orang lain demi menutupi kebejadan moralnya? Banyak contohnya bukan! Itulah kenapa saya menganggap semua itu pelajaran omong kosong! Benar apa tidak?"

"Benar!" jawab sebagian murid.

"Benar apa tidak?"

"Benar!"

Begitu selesai mengatakan itu Sinuhun Begawan Kegelapan Topo Suratanu menutup dengan meludah ke samping. Tanpa disadarinya ia mulai suka meludah sembarangan, seperti kebiasaan Mbah Myang Mimbe, si dukun pelet yang tewas mengenaskan.

***

Dari penuturan para sesepuh secara turun temurun menyebutkan bahwa Desa Miagan, Mojoagung, dulunya berupa hutan belantara. Hutan yang merupakan wilayah Wirasaba, sebutan pada jaman Majapahit, yang kemudian dibuka sebagai tempat berlatih pasukan kerajaan lengkap dengan pesanggrahan para pengawal tamu-tamu keraton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun