Oleh: Tri Handoyo
Rumah besar yang ditinggali Tulus semasa kanak-kanak berada di tengah-tengah hamparan sawah yang luas. Rumah-rumah warga jaraknya saling berjauhan. Itulah kenapa ia sering bermain hingga jauh dari rumah dan sering kena marah karena dituduh mengabaikan waktu makan.
Suatu hari, ketika sedang mencari teman bermain di kampung, ia melihat seorang gembel tua yang diusir oleh belasan anak-anak. Mereka melempari batu sambil mengolok-olok, "Orang gendeng..! Orang gendeng..!"
"Hei berhenti!" teriak Tulus kecil mencoba menolong gembel tua itu. "Apa kalian tidak punya rasa belas kasihan?"
"Orang gendeng jahat! Dia tidak boleh masuk kampung kami!" teriak anak-anak itu.
"Tapi jangan dilempari batu!" kata Tulus.
Mereka tampak jengkel, tapi tidak ada yang berani membantah. Tulus memang cukup disegani oleh teman-teman sebayanya. Karena kakek gembel itu tiba-tiba terjatuh, maka Tulus mendekati dan membantunya berdiri. Melihat itu anak-anak kampung lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Mbah mau ke mana?" tanya Tulus setelah kakek itu mampu berdiri kembali.
"Saya lapar, saya mau cari makan!" jawab kakek dengan suara lemah. Tubuh dan pakaiannya tampak kotor dan menimbulkan bau kurang sedap.
Tulus menuntun kakek itu untuk mencari tempat istirahat yang teduh. Mereka berhenti di sebuah gubuk petani di tengah hamparan persawahan. "Mbah tunggu dulu di sini! Saya mau pulang ambil makanan!" kata Tulus dan segera berlari pulang.
Tidak lama kemudian ia kembali dengan nafas terengah-engah. Tampaknya ia berlari secepat mungkin karena takut kakek tua itu tidak sabar menunggu dan kemudian pergi. "Ini makanannya, Mbah," ujarnya sambil menyodorkan makanan yang terbungkus daun pisang. Â "Saya pergi dulu ya!"