Tidak lama kemudian, tanpa sepengetahuan orang tua, Tulus nekad mendaftarkan diri ke Perguruan Benteng Naga. Dengan jujur ia mengatakan kepada petugas penerima pendaftaran bahwa ia tidak punya uang untuk membayar iuran, tapi ia akan mengganti dengan tenaganya.
"Saya bersedia menyapu halaman dan menyirami tanaman setiap hari!" tawar Tulus kepada petugas dengan penuh harapan agar keinginannya dikabulkan.
Salah seorang petugas mendatangi Mpu Naga dan menceritakan soal itu.
Mpu Naga kemudian memanggil Tulus dan bertanya, "Apakah kamu sudah minta ijin orang tuamu untuk belajar silat di sini?"
"Belum!" jawab Tulus ragu-ragu, merasa takut tidak akan diterima.
"Begini, Nak. Kamu harus minta ijin dulu sama orang tuamu. Ini bukan mengenai kamu harus membayar iuran atau tidak, tapi ijin itu penting. Kalau sudah mendapat ijin, kamu pasti saya terima belajar di sini, tanpa harus bayar!" Rupanya Mpu Naga tertarik dengan Tulus kecil itu. Sebagai seorang pendekar silat yang mumpuni, ia paham betul potensi besar anak kecil yang struktur tulangnya sempurna, dan memiliki aura yang luar biasa itu.
Akhirnya Tulus menceritakan kepada ibunya tentang niatnya untuk belajar silat di Padepokan Benteng Naga. Sayangnya ibunya tidak mengijinkan, dan ia sudah menduga itu sebelumnya, sehingga ia terpaksa berbohong kepada Mpu Naga, dan merahasiakan kegiatannya itu kepada keluarganya.
Di luar waktu latihan, ia mendapat tugas dari Mpu Naga untuk mempersiapkan kayu bakar, menyalahkan api dan menjaganya tetap menyalah untuk membakar besi yang akan ditempah menjadi senjata. Setelah beranjak remaja dan tubuhnya semakin kuat, ia ikut membantu menempah besi. Ia bahkan mendapat upah dari pekerjaannya itu.
Semua orang hampir tahu bahwa Mpu Naga sangat menyayangi dan mengistimewakan Tulus dibandingkan puluhan murid lainnya. "Kelak dia akan menjadi pendekar besar! Bahkan aku pun belum tentu bisa menandinginya!" puji Mpu Naga yang seringkali dilontarkan di depan istri dan putrinya.
Barangkali pujian-pujian ayahnya yang sering didengarnya itu pula yang membuat Arum semakin mengagumi Tulus. Selama ini gadis itu memang sudah menganggap Tulus seperti kakak kandungnya sendiri, dan begitu juga sebaliknya Tulus menganggap Arum seperti adiknya sendiri. Kekaguman itu kemudian lambat laun berubah menjadi rasa cinta.
Semua murid padepokan memanggil Arum dengan sebutan Mbakyu Putri Naga, hanya Tulus yang berani memanggilnya Adik Arum. Sehinga orang yang tidak tahu akan mengira mereka adalah kakak beradik.