Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (46): Sampai Tetes Darah Penghabisan

12 Agustus 2024   09:45 Diperbarui: 12 Agustus 2024   10:02 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

"Kami tidak melihat apa-apa, Ki Demang!" jawab mereka dengan wajah tampak ketakutan. "Bajingan itu seperti siuman, hanya tampak bayangannya saja!"

"Hei Bajingan, keluarlah kamu bangsat!" teriak Ki Demang penuh amarah.

Kelima belas orang yang berkumpul itu mengamati sekelilingnya. Suasana tampak hening. Sejenak mereka menjadi seperti patung memandang kegelapan di luar jangkauan obor. Benar-benar sunyi, bahkan tidak ada angin yang menggerakan dedaunan, membuat suasana menjadi sangat menegangkan.

"Ngeoonggg...!" tiba-tiba seekor kucing meloncat ke arah mereka dan membuat mereka tersentak kaget. Kucing itu langsung ditebas oleh Celurit Siluman, yang lalu berkelojotan dan jatuh ke tanah menjadi dua bagian.

"Bangsat!" maki Ki Demang karena jantungnya nyaris rontok.

Tidak ada satu pun yang menduga, bersamaan dengan kucing itu ada bayangan hitam berkelebat, dua orang penjaga langsung roboh dengan leher patah. Dengan sangat berani Topo menerjang sekumpulan orang itu.

Mereka segera membentuk posisi mengurungnya. Sembilan pedang, dua pasang pisau Pancanaka, sebuah celurit dan keris siap mengarah ke tubuh si penyusup. Semua jalan ke luar seolah-olah telah tertutup.

Meskipun dikepung dari segala penjuru arah, Topo tampak masih mampu mengimbangi mereka. Sebuah pedang akhirnya berhasil menusuk dengan cepat, dan tidak memungkinkan baginya untuk mengelak lagi.

"Mampus kau bangsat!" teriak Demang senang.

Mereka semua salah. Topo memang sengaja saat itu ia tidak menghindar. Ia tidak mengelak, bahkan menubruk ke depan dan pedang itu menembus dadanya. Ia kemudian menarik kepala si penusuk dan membenturkan dengan kepalanya. Si penusuk itu roboh dengan kepala pecah dan meninggalkan pedang yang masih menancap di dada Topo.

Sebuah bacokan pedang dari arah belakang menyusul mengenai leher. Topo menarik tangan orang di belakangnya itu dengan kuat dan dengan sendirinya orang itu tertusuk mata pedang yang tembus di punggungnya. Sabetan celurit dan pisau-pisau Pancanaka bertubi-tubi menghajar tubuh yang daging dan darahnya berhamburan seperti dicincang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun