Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (46): Sampai Tetes Darah Penghabisan

12 Agustus 2024   09:45 Diperbarui: 12 Agustus 2024   10:02 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

Sebenarnya, hanya sedikit orang di kota itu yang mengetahui bahwa Ki Demang Wiryo memiliki usaha sebuah rumah penginapan di pinggiran kota. Penginapan itu diberi nama 'Pesanggrahan Seribu Kembang'. Sebuah usaha yang sesungguhnya adalah kedok bagi tempat perjudian dan pelacuran, dan itulah yang membuat penginapan itu tidak pernah sepi dari kunjungan orang.

Dia memperkerjakan orang-orang dari kalangan penjahat untuk menjadi petugas keamanan. Tampak jelas, karena sepak terjang mereka yang berangasan, begajulan dan ugal-ugalan, mengandalkan kekuatan otot untuk melawan siapa saja. Akan tetapi Ki Demang melarang keras mereka untuk bersikap kasar kepada para pelanggan yang memang kebanyakan dari kalangan bangsawan, karena dia maklum bahwa itu bukan cara yang baik untuk menyedot isi pundi-pundi mereka.

Dari tempat itulah Ki Demang tak jarang menerima informasi mengenai tokoh-tokoh pendekar yang bisa dibujuk untuk bekerja sama. Demi mewujudkan cita-citanya untuk bisa masuk ke dalam istana, dia membutuhkan bantuan pendekar sebanyak mungkin.

Di sebelah utara, sekitar dua kilometer dari lokasi penginapan, ada tempat istimewa yang dikenal dengan nama Gunung Pucangan, tempat favorit bagi para pendekar kelas atas untuk adu kesaktian.

Di atas gunung itu banyak sekali ditemukan kulit kerang dan bebatuan semacam terumbuh karang yang sudah menjadi fosil. Ini merupakan suatu misteri yang tak terpecahkan. Ada orang sakti yang berpendapat bahwa mungkin kawasan itu dulunya merupakan dasar laut yang terangkat ke permukaan dan menjadi gunung, sebagaimana sebaliknya ada gunung yang meletus habis hingga kawahnya menjadi dasar laut. Di atas gunung itu juga pernah ditemukan jejak-jejak peradaban kuno, seperti topeng kuno yang diduga berumur lebih dari tiga ribu tahun.

Topo Surantanu sudah tiga hari berdiam di atas Gunung Pucangan, menanti datangnya pendekar-pendekar yang ingin mengadu ilmu kesaktian. Ia melakukan pukulan tenaga dalam ke arah langit, energi yang meluncur cepat itu bergesekan dengan udara sehingga menghasilkan nyala api. Itu sebagai isyarat bahwa ada tantangan bagi siapapun untuk bertanding. Isyarat yang seperti meteor jatuh, tapi ini sebaliknya malah naik, akan terlihat dari jarak yang sangat jauh. Karena setelah tiga hari tidak ada seorang pun pendekar sakti yang berani menjawab tantangan itu, maka ia pun turun dan menuju penginapan 'Seribu Kembang'.

Saat masih berumur sepuluh tahun, Topo kehilangan ibunya untuk selama-lamanya, dan itu adalah peristiwa yang cukup mengguncang kejiwaannya. Sepeninggal Nini Nawangsari, keadaan rumah mulai berantakan. Kakak tirinya, Tulus Pangestu, pergi meninggalkan rumah. Tulus sadar bahwa rumah itu adalah milik ayah tiri yang tidak sedikitpun ada rasa menyayanginya. Rumah besar itu otomatis kelak akan diwariskan kepada anak kandungnya, yakni Topo dan adiknya.

Ayah Topo kemudian menikah lagi dengan seorang wanita yang hanya menggerogoti habis kekayaannya, dan setelah sawah-sawah mereka terjual habis dan jatuh miskin, wanita itu minggat entah ke mana. Tidak lama kemudian ayah Topo meninggal dunia dengan meninggalkan hutang yang cukup besar. Rumah pun dijual untuk melunasi hutang, dan semenjak itu Topo dan adiknya hidup terlunta-lunta, hidup dari mengharapkan belas kasihan orang.

Setelah kini menguasai ilmu kesaktian yang cukup tinggi, Topo yakin bahwa saat inilah jalan hidupnya akan berubah. Ia duduk di sudut ruangan rumah makan penginapan sambil mengamati lalu lalang tamu-tamu yang berpakain bersih dan indah. Ia memesan cukup banyak makanan dan minuman, dan tidak ambil pusing memikirkan bagaimana nanti membayarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun