Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (23): Hari Pembalasan

9 Juli 2024   06:46 Diperbarui: 9 Juli 2024   06:59 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hm.., ijinkan saya mendapat pelajaran dari anda!" sahut Japa datar. Itu adalah ungkapan yang jelas maksudnya menantang adu ilmu.

"Begitu lebih bagus, tak buang waktu dengan omong kosong!" dengus Ki Sujana dan tawa sosok yang bertubuh tinggi besar itu pun menggelegar. "Ini namanya ular menghampiri alat penggebuk!" Ia kemudian memberi kode seorang anak buahnya agar maju memberi pelajaran kepada tamu yang dianggap tak tahu diri itu. "Cukup kau saja yang turun tangan, Cak Ndul!"

Saat sebuah pukulan melayang ke arahnya, Japa dengan tenang sekali mendahului gerakan lawan dan sekali menjentikan jari, tangan kanan orang yang dipanggil Cak Ndul itu menjadi lumpuh. Ternyata sentilan bertenaga dalam jari Japa tepat sekali mengenai jalan darah, sehingga lengan orang gundul bertubuh kekar itu terasa lemah tak bertenaga. Sambil menyembunyikan rasa malu si gundul meringis kesakitan.

Sementara itu, Ki Sujana yang tadinya memandang sebelah mata, kini menyadari betapa anak muda itu ternyata memiliki ilmu yang lumayan. Wajah beringasnya berubah merah menahan geram. "Habisi keturunan pengkhianat keparat itu!"

Tiga orang lalu maju sambil menggeser meja dengan kaki lalu mengepung Japa. Mereka semua mencabut pedang dari sarungnya dan sebentar saja terjadilah pertempuran sengit. Selama ini Japa tak pernah menggunakan senjata tajam. Dengan mengandalkan kedua tangan dan kedua kaki saja ia sudah membuat lawan yang bersenjata tajam itu harus menerima pukulan berkali-kali. Gerakan jurus-jurusnya yang gesit sejauh ini mampu mengimbangi keroyokan tiga orang dewasa yang rata-rata memiliki ilmu silat tinggi.

Setelah ketiga anak buahnya tersungkur, Ki Sujana berseru, "Ayo kita keroyok ramai-ramai saja bangsat kecil ini!" Ia merasa penasaran sekali, betapa ketiga temannya yang ilmunya nyaris setara dengan dirinya begitu kewalahan menghadapi seorang pemuda bertangan kosong. Sungguh memalukan nama besar perguruan. Untung guru besar mereka sedang tidak berada di tempat, sehingga tidak sampai menerima kemarahan darinya.

Maka semua orang maju serentak mengeroyok Japa. Anak muda itu maklum bahwa mereka tentu menghendaki nyawanya, maka ia pun kini tidak tanggung-tanggung dalam mengirim serangan. Lebih berbahaya dibanding sebelumnya.

Sungguh sulit dipercaya, berbagai sabetan dan tusukan senjata dari tiga belas orang itu tak sedikitpun mengenai sasaran, bahkan Japa berhasil merobohkan beberapa orang di antara mereka.

Kali ini Ki Sujana berkesempatan mengerahkan seluruh energinya, meloncat sambil mengayunkan golok untuk menebas leher. Anehnya, Japa tidak tampak akan berkelit maupun menangkis, dan ketika golok sudah dekat leher, tangan pemuda itu sudah terulur maju menangkap pergelangan dan memutar untuk membanting dengan gerakan yang indah dan cepat sekali.

Ki Sujana terkejut dan goloknya sudah berpindah tangan saat tubuhnya terbanting dengan keras. Beberapa kawannya melongo melihat betapa ketua mereka terkapar di atas lantai, rupanya tidak akan sanggup lagi untuk bangun dalam waktu singkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun