Setelah diabaikan lumayan lama, akhirnya orang yang menjadi pimpinan Mahasura itu keluar menemui Japa di ruang tamu. Japa merasa sedikit heran kenapa pemimpin yang bernama Sujana itu tiba-tiba melontarkan pertanyaan kasar.
"Hei, apakah benar kau keturunan pengkhianat Suto Gumilar?" hardik Sujana, "Ada perlu apa kau datang ke mari?"
"Betul, saya adalah putra Suto Gumilar," jawab Japa sopan namun tegas, "Tapi saya bukan putra seorang pengkhianat."
"Terus kau mau apa?"
"Nujuwari piwales!"
Tiga belas orang yang saat itu berada di dalam ruangan sangat kaget. 'Nujuwari piwales', sebuah istilah yang berarti menuju hari pembalasan adalah kata sandi milik kelompok operasi senyap yang dulu ingin menumpas Gajah Mada.
Setelah belasan tahun, 'tembung garba' kata sandi itu terkubur bersama terkuburnya nama besar sang mahapatih, tiba-tiba kini ada seorang pemuda yang mengucapkannya. Orang-orang memandang wajah Japa dengan heran, karena hampir tak percaya bahwa kata-kata tadi keluar dari mulut pemuda itu.
"Ha..ha..ha..!" Terdengar suara tawa meledak memenuhi ruang tamu. Seorang anak muda sendirian mau menuntut pembalasan kepada perguruan terkuat di wilayah itu tentu seperti lelucon.
"Nujuwari piwales!" ujar Sujana berkelakar, "Kau rupanya agak sinting ya?" Laksana seekor anak rusa masuk sarang buaya, tentu mustahil untuk melakukan balas dendam. "Dasar keturunan pengkhianat sinting!"
"Anda ini sebagai orang tua jangan bicara seenak udelnya saja," kata Japa merasa kesal. "Apa kalian bisa membuktikan fitnah keji itu?"
Ki Sujana mengeluarkan suara melalui lubang hidungnya untuk merendahkan. "Siapa yang berpihak kepada pengkhianat, maka dia pasti pengkhianat pula! Sekarang kau mau apa?"