Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (19): Hati Raja Patah

27 Juni 2024   08:30 Diperbarui: 27 Juni 2024   08:45 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya dalam Pararaton dikisahkan perkawinan Prabu Hayam Wuruk dengan Paduka Sori, yang dimaksudkan untuk menghibur hati raja yang menderita kepedihan akibat kegagalan perkawinannnya dengan Dyah Pitaloka. Gajah Mada juga hadir. Setelah perkawinan tersebut keadaan menjadi reda, kemarahan Prabu Hayam Wuruk kepada Gajah Mada menjadi berkurang dan kelanjutan pemerintahan menjadi prioritas yang lebih diutamakan.

Dalam masa jabatan kedua Gajah Mada sebagai patih mangkubumi tidak terdapat sejarah yang berkaitan dengan gagasan Nusantara. Mungkin sekali setelah peristiwa Bubat, Gajah Mada sudah merasa letih dan tua.

Pendekar besar itu sudah merasa puas karena gagasan Nusantaranya telah dapat dilaksanakan lebih luas dari pada sumpah Palapa yang pernah diucapkan. Suatu kenyataan bahwa ia tidak bergerak seaktif ketika masa jabatan patih mangkubumi yang pertama. Dalam masa jabatan ke dua sebagai patih mangkubumi ia lebih banyak melaksanakan kunjungan ke daerah-daerah mendampingi Prabu Hayam Wuruk.

Dalam Nagarakretagama pupuh 17, kunjungan tersebut diantaranya: Pajang tahun 1353, Lasem tahun 1354, Pajang tahun 1357, dan Lumajang tahun 1359. Dalam perjalanan yang terakhir tersebut Gajah Mada tidak ikut serta.

Atas semua jasa-jasanya, Sang Prabu menganugerahkan wilayah yang disebut 'Madakaripura' kepada Gajah Mada. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada sebetulnya masih menjabat sebagai Mahapatih, hanya saja ia memerintah dari Madakaripura. Madakaripura adalah sebuah pura yang berlokasi di pegunungan, dengan dikelilingi pemandangan indah, di Tongas Probolinggo

Disebutkan dalam Negarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia mendapat kabar bahwa Gajah Mada menderita sakit.

Sang Prabu segera mengirim tabib terbaik istana ke Madakaripura untuk mengobati, tetapi tabib tersebut tidak menemukan Gajah Mada. Gajah Mada sudah menghilang. Ratusan prajurit kerajaan dikerahkan untuk mencari hingga ke pedusunan dan menyusuri hutan. Hal tersebut membuktikan betapa besar arti Gajah Mada bagi Hayam Wuruk dan Majapahit. Upaya pencarian itu sia-sia.

Sang Prabu sangat kehilangan dan sedih atas kepergian Gajah Mada, selain karena jasanya yang sangat besar, Gajah Mada juga sangat dicintai segenap lapisan rakyat Majapahit.

Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahapatih Agung yang cerdas, wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Hayam Wuruk sangat kerepotan saat mencari pengganti Gajah Mada, sosok yang serba bisa itu.

***

Gajah Mada berprinsip bahwa hidup hanya sementara sehingga dalam perbuatannya sehari-hari di ujung kehidupannya lebih banyak diisi dengan kegiatan beribadah. Para pembantu sering melihat tokoh besar itu banyak menghabiskan waktu untuk bersemedi di dalam pura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun