Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (17): Jaman Keemasan

26 Juni 2024   04:59 Diperbarui: 26 Juni 2024   05:00 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya, Prasasti Madhawapura. Kutipan dari bagian prasasti di sisi muka adalah "...Angawari (pembuat kuali), Acaraki (peracik dan penjual jamu), ...". Acaraki berasal dari bahasa sanskerta yang berarti orang yang meracik bahan-bahan dari alam untuk dijadikan jamu. Semnetara penjual jamu disebut Craki.

Kemudian ada Prasasti Bendosari. Prasasti yang juga disebut prasasti Manah i Manuk alias prasasti Jayasong. Prasasti berangka tahun 1360 Masehi. Kutipan dari bagian prasasti tersebut adalah "...kepada orang-orang tua dalam pertapaan di Pakandangan, sebidang sawah 16 lirih (satuan ukuran luas tanah), kepada lingkaran perdikan di Kuku 2 lirih, kepada Janggan (tabib desa) ..."

Berikutnya  Prasasti Balawi, yang berangka tahun 1305 Masehi. Kutipan dari bagian prasasti tersebut adalah "..., Juru gusali (pandai besi), tuha nambi (tukang obat), tuha dagang (ketua pedagang), ... Kdi (dukun wanita), Walyan (dukun laki-laki), ..."

Selanjutnya Prasasti Biluluk, yang berangka tahun 1350 Masehi dan 1389 Masehi. Kutipan dari bagian prasasti pada sisi muka adalah "..., selanjutnya segala penjaga tanah perdikan yang menjalankan usaha pekerjaan, semuanya masing-masing satu, mereka itu dibebaskan dari segala macam beban bea dan cukai, yaitu (yang berkaitan dengan) padadah (dukun pemijatan), pawiwaha (perkawinan), ...".

Selain yang tercantum di dalam prasasti, ada juga kitab-kitab yang memuat mengenai ramuan jampi, dan bahkan menuliskan resep-resep ramuan tersebut secara detil.

Kerajaan Majapahit menjadi besar karena ditunjang oleh masyarakatnya yang sehat, dan masyarakat yang sehat tidak terlepas dari ramuan makanan dan minuman yang menyehatkan pula.

***

Di kala semua kerajaan yang letaknya relatif jauh sudah menyatakan tunduk, ada sebuah kerajaan yang sangat dekat, bahkan seperti di pekarangan rumah sendiri, belum mau menyatakan tunduk. Kerajaan tersebut adalah Sunda Galuh, yang berpusat di Galuh (sekarang berada di sekitar Ciamis).

Kerajaan Sunda Galuh sebetulnya merupakan dua kerajaan yang bersatu, yakni kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh atau Kandiawan. Berdasarkan prasati dan naskah kuno, menyebutkan bahwa ibu kota kerajaan Sunda berada di daerah Bogor, sedangkan ibu kota kerajaan Galuh berada di Ciamis. Kedua kerajaan tersebut dulunya merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanagara.

Sebagai sebuah kerajaan adidaya pada masa itu, yang sudah sangat kuat dan makmur, Majapahit dapat saja dengan mudah menundukkan Kerajaan Sunda Galuh. Itu mudah dicapai jika mau, namun hal itu tidak bisa dilakukan karena mempertimbangkan bahwa leluhur kerajaan Sunda masih memiliki kekerabatan dekat dengan pendiri Majapahit, Dyah Wijaya alias Prabu Kertarajasa Jayawardhana.

Menurut Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara, (disusun oleh Kesultanan Cirebon dan termasuk kedalam Naskah Wangsakerta), Dyah Wijaya adalah putra pasangan Rakyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal. Ayahnya itu adalah putra Prabu Guru Darmasiksa, raja Kerajaan Sunda Galuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun