"Belajar keras dan berjuang dengan sepenuh hati!"
Eyang Dhara tersenyum mendengar jawaban bocah polos itu. "Bagus. Sekarang pejamkan matamu, tidurlah!"
Dari jarak sekitar dua puluh langkah, terlihat dua pasang mata mengintip dari balik rerimbunan, mata yang berwarna putih di antara gelap yang menyelimuti. Dua sosok bayang-bayang kini tampak mulai bergerak dalam kegelapan. Dia adalah Ki Gong Wojo dan gurunya, Ki Gardapati Geni.
Sejak kalah bertarung dengan Eyang Dhara, Ki Gong langsung mengadukan sakit hatinya kepada gurunya. Kesaktian yang Ki Geni miliki membuat Ki Gong sangat yakin dendamnya akan terbalaskan. Sekarang keberaniannya lebih besar dari segala rasa takut yang pernah timbul.
Tubuh Japa tiba-tiba terasa begitu ringan, seakan-akan eksistensi gravitasi telah lenyap dalam beberapa saat. Sayangnya, bocah kecil itu tak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya. Ia langsung tertidur.
Dengan cepat kedua penjahat menyergap, laksana ular mematuk mangsanya. Anehnya, kakek tua dan bocah itu sudah tidak ada di tempatnya. Hanya meninggalkan alas tidur yang terhampar lebar.
Kedua pendekar jahat, yang matanya terbiasa melihat dalam pekatnya malam, dibuat sangat keheranan. Menandakan bahwa mangsa-mangsa itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya, Ki Geni saja terkecoh.
Tangan Ki Geni menggenggam golok semakin erat. "Gong! Ke mana mereka pergi?"
"Saya tidak tahu Guru!" jawab Ki Gong, dengan lengan gemetar menggenggam erat golok yang telah terhunus, siap menyabetkannya jika ada serangan datang.
Mendadak tampak serupa bayangan hitam melesat lewat dan secepat kilat menghilang. Bayangan yang membuat dua sosok tubuh terpelanting ke arah berlawanan. Keduanya mati-matian kembali bangkit.
"Gong, apa kamu baik-baik saja?"