Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar sang Pendekar (10): Sang Penghasut Ulung

16 Juni 2024   08:58 Diperbarui: 17 Juni 2024   08:15 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Saat itu, Halayudha, dengan liciknya selalu menciptakan ketegangan di antara Prabu Jayanagara dan Patih Nambi. Sosok reinkarnasi Sengkuni itu memanfaatkan kedekatannya dengan mereka berdua untuk berusaha menyusupkan racun-racun 'adu domba'.

Suatu hari terdengar berita bahwa ayah Nambi, Aria Wiraraja, sedang sakit keras. Nambi pun memohon ijin kepada raja hendak mengambil cuti beberapa pekan, untuk pulang ke Lamajang.

Semenjak kematian Ranggalawe, hubungan Nambi dengan Aria Wiraraja memang sempat memburuk. Saat itulah kesempatan baik bagi Nambi untuk meminta maaf kepada ayahnya. Malangnya, sesampai di sana sang ayah telah meninggal dunia.

Atas perintah raja, Halayudha yang menjabat sebagai Rakyan Patih, datang melayat mewakili dan menyampaikan ucapan duka cita dari kerajaan.

"Saya menyayangkan kenapa baginda raja sepertinya tidak sudi menyempatkan waktu untuk mengucapkan belasungkawa secara langsung kepada anda!" ujar Halayudha dengan menampilkan wajah prihatin, "Bukankah Kanjeng Aria Wiraraja telah banyak berjasa kepada Majapahit!"

Mpu Nambi hanya menanggapi dengan helaan nafas panjang.

"Saya juga tidak mengerti, mengapa Baginda Raja nampaknya lebih senang apabila Tuan patih tinggal lebih lama di sini!" imbuh Halayudha.

"Tidak masalah, Kanda Yudha," balas Nambi lirih.

"Anda memang orang yang baik. Yang membuat saya pribadi sangat prihatin, raja rupanya bukan orang yang mengerti bagaimana cara membalas budi! Dasar anak selir!"

Nambi berusaha memaklumi. Ia berkata, "Raja Jayanegara masih terlalu muda untuk mengerti semua itu! Dia butuh banyak waktu untuk belajar!"

Halayudha sambil manggut-manggut kemudian menyarankan sebaiknya Nambi memperpanjang masa cutinya, agar bias meredahkan ketegangan hubungannya dengan Prabu Jayanegara.

Nambi menyadari hubungannya dengan raja belakangan kurang harmonis, sehingga ia setuju untuk memperpanjang cuti. "Sampaikan permohonan maaf saya karena belum bisa kembali ke istana Majapahit, masih banyak yang saya urus di sini!" Pikiran Nambi pun mulai terganggu oleh ucapan-ucapan Halayudha.

Rombongan Halayudha lalu kembali ke ibu kota. Akan tetapi dihadapan raja, ia menyampaikan berita sebaliknya bahwa Nambi menolak untuk segera kembali ke ibu kota.

Setelah lewat masa dua pekan lebih, Jayanegara kembali menemui Halayudha, "Apa ada kabar dari Lamajang?"

"Sama sekali belum ada, Baginda raja," jawab Halayudha, "Alasannya dulu memang menunggu masa berkabung usai!"

"Bukankah sudah lewat?"

"Betul. Ini berarti menandakan sikap melawan titah raja. Saya khawatir nampaknya ada sesuatu kenapa Nambi menolak untuk segera kembali ke Majapahit!"

"Apa sesuatu itu Paman?"

"Maaf Baginda, sebetulnya saya tidak sampai hati untuk menyampaikannya!"

"Sampaikanlah! Ada apa sebenarnya?"

"Mohon maaf! Jangan-jangan, Patih Nambi sedang mempersiapkan sebuah pemberontakan!" hasut Halayudha.

***

Jayanagara yang temperamen termakan hasutan. Amarahnya tersulut. Ia merasa kecurigaannya selama ini ternyata terbukti benar.

Setelah Halayudha menyampaikan hasil laporan 'tilik sandi', bahwa Nambi sedang membangun sebuah benteng, tanpa menunggu lebih lama lagi, raja yang tersinggung itu pun mengirim pasukan untuk menumpas Nambi.

"Jangan beri kesempatan sedikit pun bagi para pengkhianat negara untuk tumbuh berkembang!" titah Sang Raja. "Kepentingan negara di atas segalanya!"

Pasukan besar diberangkatkan. Dipimpin Halayudha. Gajah Mada adalah salah satu pasukan yang ikut dalam penyerangan buah karya fitnahan itu.

***

Nambi yang sebelumnya memang punya firasat buruk, mendapat berita akan datangnya serangan dari Majapahit. Ia segera mempersiapkan pasukan di benteng pertahanan di Gending dan Pejarakan. Namun keduanya akhirnya dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit, yang memang jelas jauh lebih hebat. Perang saudara pecah akibat hasutan manusia licik.

Patih Nambi serta keluarganya tewas dalam peperangan itu. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang pada tahun Saka "Naganahut-wulan" (Naga Menggigit Bulan) dan dalam Babad Negarakertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa", yang keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi.

Pararaton mengisahkan Nambi mati dalam benteng pertahanannya di desa Rabut Buhayabang. Ia bertempur mati-matian, dikeroyok oleh Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang.

Menurut Nagarakretagama yang memimpin penumpasan Nambi bukan Halayudha, melainkan langsung oleh Prabu Jayanagara sendiri. Jatuhnya Lamajang ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya, seperti Patukangan dan Sadeng, menjadi basis persembunyian para loyalis Nambi. Kelak mereka melakukan pemberontakan, yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang Sadeng dan Ketha, pada tahun 1331 Masehi.

Sementara itu, Gajah Mada yang bagaikan 'Anak Emas Sang Peperangan', mulai menarik banyak perhatian. Ia memiliki energi berlimpah dan tidak mengenal rasa takut. Ketenangannya mendatangkan banyak kekaguman. Ia, yang mendapat julukan 'Sang Perkasa', mulai dipayungi keberuntungan dan semakin diperhitungkan.

Setelah kematian Mpu Nambi, posisi mahapatih Majapahit diduduki oleh Halayudha. Ini adalah posisi yang diincarnya sejak awal Majapahit berdiri. Akan tetapi sifat hasutnya tidak berhenti kendatipun dia telah berhasil mencapai impiannya.

Dengan posisi barunya sebagai mahapati, dia justru lebih leluasa menghasut para Darmaputra, kaum bangsawan loyalis Wijaya. Halayudha berniat menggunakan mereka sebagai alat untuk menggulingkan raja yang sah, Raja Jayanegara.

***

Gajah Mada kini membawahi satu kesatuan pasukan setingkat kompi yang bertugas menjaga keamanan istana. Nama pasukan ini adalah Bhayangkara. Jumlahnya tidak lebih dari 100 orang, namun pasukan Bhayangkara ini adalah pasukan khusus yang memiliki kemampuan di atas rata-rata prajurit dari kesatuan mana pun.

Di petang musim kemarau yang hangat, Gajah Mada saat itu sedang berada di tempat ibadah, tempat di mana ia menyandarkan beban-beban pikiran. Tiba-tiba informasi tentang akan adanya pemberontakan ia peroleh dari seseorang secara rahasia.

"Besok pagi raja akan dibunuh!"

'Benarkah? Dari mana kamu tahu?' tanya Gajah Mada dalam hati. Suara misterius melalui tenaga dalam itu kemudian menceritakan detilnya.

Gajah Mada terjaga dari meditasinya. Segera diselidikinya siapa orang yang tadi menyampaikan peringatan itu. Tidak dijelaskan atas motif apa orang tersebut memberitahunya, tapi satu hal yang cukup jelas, bahwa sosok misterius itu mengetahui secara detil rencana makar dan kapan waktu akan dilaksanakannya. Itu menandakan bahwa orang tersebut memiliki hubungan yang cukup dekat dengan pihak pemberontak.

Pemberontakan dari dalam kalangan istana sendiri, dipimpin oleh Ra Kuti. Dia tidak hanya menganggap bahwa Raja Jayanegara tidak pantas menduduki singgasana, tapi juga karena Jayanegara memiliki perilaku tidak terpuji, yakni berniat menikahi dua saudaranya lain ibu. Tersebar juga raja gemar mengganggu istri-istri para bangsawan.

Setelah mendapatkan informasi, Gajah Mada segera melakukan koordinasi dengan segenap jajaran telik sandi yang dimiliki pasukan Bhayangkara, tidak ketinggalan pula terhadap telik sandi pasukan kepatihan. Saat itu mahapatih dijabat oleh Arya Tadah, yang telah memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Gajah Mada.

Gajah Mada juga melakukan langkah koordinasi kekuatan terhadap tiga kesatuan pasukan utama Majapahit dengan cara menghubungi masing-masing pimpinannya. Tidak mudah bagi seorang bekel untuk bisa melakukan hal itu karena ia harus bisa menemui para Tumenggung yang berpangkat dua tingkat di atasnya.

Arya Tadah yang tanggap akan adanya bahaya, telah membekali Gajah Mada dengan lencana kepatihan, sebuah tanda bahwa Gajah Mada mewakili dirinya dalam melaksanakan tugas rahasia tersebut.

Dua dari tiga pimpinan pasukan berhasil dihubungi. Namun keduanya menyatakan sikap yang berlainan. Pasukan Jala Yudha bersikap mendukung istana, sedangkan pasukan Jala Pati memilih tidak menyatakan sikap. Pimpinan pasukan Jala Rananggana tidak berhasil ditemui karena pada saat itu kesatuan pasukan tersebut telah mempersiapkan diri di suatu tempat yang cukup jauh dari istana. Pasukan itu sedang mengadakan serangan ke suatu wilayah.

Gajah Mada menyimpulkan bahwa yang akan terjadi selanjutnya adalah perang besar, yang akan melibatkan ketiga kesatuan utama pasukan Majapahit. Itu merupakan pemberontakan yang akan paling berdarah dan dikhawatrikan akan berhasil menggulingkan sang raja, sehingga kemudian ia tergerak untuk melakukan tindakan penyelamatan. Sebuah upaya penyelamatan terhadap raja yang teramat rumit. Sekali lagi, itu semua sebagai akibat buah karya sang penghasut ulung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun