Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Tempat Favorit

7 Juni 2024   14:07 Diperbarui: 7 Juni 2024   21:19 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Belum tahu, karena kepala dan tubuhnya sudah nyaris tinggal tulang-belulang. Tapi mungkin perempuan, karena memiliki rambut panjang! Mereka mungkin pengunjung, karena tidak ada laporan warga desa yang kehilangan anggota keluarga!"

"Di sebelah kanan atau kiri air terjun, Bu?"

"Pokoknya di tempat yang biasa buat orang duduk-duduk!"

'Ya Allah, berarti itu di dekat tenda!" batinku risau. Dalam perjalanan kembali ke tenda aku dan Anto sepakat untuk tidak menceritakan hal itu kepada Fito. Biar dua orang saja yang merasa takut, jangan ketiga-tiganya.

Setelah shalat ashar berjamaah, kami mulai masak buat makan sore. Selang sejam kemudian, makanan telah matang dan kami bawa masuk ke dalam tenda. Entah siapa yang duluan punya ide untuk makan di luar, tapi kami semua langsung sepakat untuk pindah. Makan sambil menikmati pemandangan alam pasti jauh lebih mengasyikkan.

Begitu siap akan menyantap hidangan. Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh yang sangat keras. Bruuk..! Suara itu membuat kami tidak bisa melanjutkan makan. Timbul perasaan tidak tenang. Kami bergegas mencari tahu benda apa yang suara jatuhnya begitu keras. Sepertinya di dekat tenda. Tapi semuanya kelihatan baik-baik saja. Sampai salah seorang melihat bahwa atap tenda robek. Cukup lebar.

Kami mengambil kesimpulan bahwa benda jatuh itu telah menimpa tenda. Kami bergegas melihat ke dalam. Ada batu sebesar kepala orang dewasa tepat di tengah, amblas setengahnya ke dalam tanah. Langsung terbayang seandainya tadi kami makan di dalam, pasti salah seorang akan langsung mati dengan kepala hancur.

Aku yakin itu teror pertama. Jarak tenda dengan dinding tebing cukup jauh, jadi bagaimana mungkin sebongkah batu besar bisa jatuh tepat mengenai tenda. Setelah menggeser tenda lebih menjauhi tebing, menutup atap yang robek dengan jas hujan, kami bertiga duduk-duduk di luar. Kabut dingin mulai merayap menyambut datangnya petang. Kejadian itu sulit terlupakan dan membuat bulu kuduk selalu meremang.

Aku tiba-tiba melihat ada sosok seseorang bersandar di sebuah pohon besar. Karena terselimuti kabut, sosok itu tidak begitu jelas laki-laki atau perempuan. Aneh, dari mana datangnya orang itu? Ketika aku perhatikan dengan lebih seksama, sosok itu lenyap. Saat itu aku masih belum yakin dengan pandangan mataku. Aku berpaling melihat wajah Fito dan Anto, barangkali mereka juga melihat hal yang sama. Mereka berdua tampak tenang-tenang saja.

Tidak lama kemudian, sosok asing kembali muncul. Kali ini dari jarak sekitar tujuh meter. Dia duduk di atas bebatuan dekat air terjun. Itu tidak mungkin. Dari siang tadi tidak ada orang lain di sekitar air terjun selain hanya kami bertiga. Belum selesai rasa kagetku, ia sudah kembali menghilang.

Aku mencoba mengajak bicara Anto yang lebih dekat denganku, untuk mengalihkan perhatian dari penampakan-penampakan itu. Aku amati, tiba-tiba terpantul dalam bola matanya yang hitam seperti cermin itu, ada sosok putih dengan rambut panjang. Sepertinya berdiri tepat di belakangku. Aku tidak berani menengok, hanya menatap Anto yang masih menampakan sikap wajar. Aku mulai yakin bahwa itu adalah penampakan makhluk halus. Teror ke dua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun