Rasanya sudah berjam-jam Dewi Andongsari mencari jalan keluar, sialnya tak menemukan tanda-tanda bahwa ia akan bisa keluar dari rimba belantara itu. Langkah kaki mulai lelah dan dadanya terasa sesak.
Ia ingin istirahat untuk mengatur nafas sejenak, tapi tiba-tiba terdengar sebuah suara ganjil datang dari kegelapan, kontras sekali dengan kesunyian yang mencekam.
"Tok..! Tok..!" bunyi suara yang seolah menghantui.
Dewi Andongsari terjaga. Jantungnya berdegup kencang. 'Syukurlah,' batinnya. Hanya sebuah mimpi. Telinganya mendengar suara orang di luar mengetuk pintu. Cukup keras.
"Tok..tok..tok..!"
Pepohonan masih merunduk kedinginan dalam dekapan kabut pagi. Dewi Andongsari sebetulnya tidak tega membangunkan suaminya, tapi kemudian, "Kangmas.., kangmas..."
"Hm.., iya?"
"Ada orang ngetuk pintu di depan!"
"Siapa orang yang tidak tahu adab itu, bertamu sepagi ini?" gumam Dipa, lalu menyuruh istrinya untuk membuka pintu sementara ia mengenakan baju.
Tamu itu Ki Supo, menyampaikan kabar bahwa saat itu juga Ki Dipa harus berangkat ke kota. Kerajaan dalam keadaan genting. "Ini perintah langsung dari Prabu Kertanegara!"
"Apa yang terjadi, Ki?"