Oleh: Tri Handoyo
"Tersenyum dianya padaku...
Manis..,manis.., manis..." terdengar alunan tembang kenangan Koes Plus dari sebuah tempat kos.
Kos-kosan yang hanya terdiri dari lima kamar itu kebanyakan diisi mahasiswa baru. Tiap kamar ditempati satu orang. Jadi jumlah seluruh penghuninya hanya lima orang. Makanya, meskipun baru saling mengenal, kami cepat akrab.
Tejo, dari Ponorogo, adalah pemuda tambun yang mendapat kepercayaan dari pemilik kos untuk menjadi 'lurah' di kos-kosan. Ia sudah menduduki semester tiga. Tiga penghuni lainnya baru duduk di semester satu. Farid, dari Pasuruan, dan dua orang lainnya, Aryo dan Bayu, sama-sama dari Bojonegoro. Sementara aku yang baru pindah ke tempat itu, adalah mahasiswa tertua. Sudah semester akhir.
Liburan semester yang akan datang, kami berlima berencana berkemah ke Air Terjun Kakek Bodo. Mereka berminat berkemah setelah sering mendengar pengalamanku naik gunung, yang menurut mereka sangat mengasyikan. Mereka mengaku pernah berkemah saat masih SMA, perkemahan yang diadakan Sabtu malam Minggu di halaman sekolah, yang biasa disingkat 'Persami'.
Mendekati hari yang ditentukan, kami belanja segala kebutuhan, seperti paraffin untuk masak, satu box mie instan, kopi sachet, teh celup, tali rafia, dan lain-lain. Disambung dengan pembahasan berbagi tugas. Siapa yang nyewa tenda, nyewa tas ransel carrier, bawa gitar, panci, piring dan gelas plastik serta tetek bengek lainnya. Aku maklum menghadapi antusias pemula seperti mereka.
Kami berangkat pagi. Dalam perjalanan melewati Candi Jawi, beberapa hotel dan vila-vila. Ganti kendaraan tiga kali, dan akhirnya turun dari mobil angkutan tepat di jalan menuju pos tiket masuk.
Kami berjalan dan tiba di jalur bercabang. Tertulis di papan penunjuk jalan. Ke kanan menuju Camping Ground Kakek Bodo dan Wisata Air Terjun. Ke kiri jalur menuju Gunung Welirang dan Gunung Arjuna. Setelah kurang lebih seratus meter, kami sampai di bumi perkemahan.
Perbedaan pertama yang sangat mencolok adalah udara. Sangat sejuk. Sambil menikmati menghirup kesegaran kawasan perbukitan, kami segera berbagi tugas, mendirikan tenda, masak air buat mie dan tidak ketinggalan buat kopi.
Semua berjalan lancar. Segala kepenatan untuk sementara waktu terusir, dibuktikan dengan wajah-wajah yang tampak cerah berseri-seri.
Ada lagi yang membuat kami bahagia, tidak berselang lama kemudian, datang rombongan berjumlah puluhan orang. Barangkali ada lima puluh orang. Rupanya mereka adalah organisasi Pecinta Alam dari sebuah universitas.