Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maha Guru Pendengki Sejati

23 Maret 2024   12:42 Diperbarui: 29 Juli 2024   05:18 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh: Tri Handoyo

Dia termasuk orang yang disegani oleh kaumnya. Gaya bicaranya menarik, mampu membakar gairah dan membuat semangat membara. Dia tidak biasa dibantah. Tidak biasa disepelekan. Siapapun yang berani berseberangan dengannya pasti akan dihabisi. Di samping itu dia memang memiliki keberanian yang luar biasa langka.

'... Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini benar dari sisi Engkau," begitu tantangnya, "Maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih'." (Al Anfal 32)

Ucapannya itu begitu fenomenal. Keberanian menantang Tuhan membuat setan-setan pun bergidik mendengarnya. Setan memang tidak patuh dengan perintah Tuhan, tapi mereka tidak sampai berani menantang.

Siapakah penantang hebat tak kenal takut terlaknat itu? Dia adalah Abu Jahal, Sang guru pendengki sejati yang paling handal pada jamannya. Lidahnya terampil dalam melontarkan hinaan, sehingga selalu memancing sorak-sorai para pendukungnya. Mulutnya mahir dalam mencaci-maki, merendahkan orang, dan menyebarkan fitnah. Semua itu dalam rangka menanamkan kebencian dan kedengkian di hati para pendukungnya terhadap nabi.

Akan tetapi apa lantas Allah menghujaninya batu dari langit, atau mengirimkan azab yang pedih seperti isi bunyi tantangan itu? Tidak.

Sebaliknya, Rasulullah SAW dan kaum muslimin yang berada di jalan kebenaran malah mengalami penderitaan berat akibat intimidasi dan penindasan dari kaum kafir Quraisy.

Apalagi Rasulullah SAW di masa itu baru saja kehilangan orang-orang yang paling beliau cintai secara berurutan, sehingga tahun itu disebut sebagai tahun penuh kesedihan. Hal ini tentu saja membuat Abu Jahal dan kaumnya merasa pihaknyalah yang mendapat pertolongan Tuhan, meyakini berada di jalan kebenaran. Serba terbalik.

Guru Pendengki Sejati yang bicaranya selalu dengan nada tinggi itu sebetulnya sedang bercerita tentang jiwanya yang sangat menderita. Sikap temperamennya itu sebetulnya sedang menuturkan tentang jiwanya yang gersang akan kasih sayang. Sementara orang yang paling dibencinya, Rasulullah SAW, adalah orang yang hatinya bebas dari kebencian, tutur katanya sering mendermakan kesejukan, dan itulah permata spiritual, yang sebetulnya di relung hati Abu Jahal yang terdalam, ia merasa iri dengki. Mengapa bukan dirinya yang seperti itu.

Abu Jahal merasa lebih terhormat dibanding Rasulullah SAW, karena ia memiliki banyak harta dan salah seorang keturunan bangsawan Quraisy. Bila bertemu Rasulullah di jalanan, Sang Provokator itu berseru mengejek, "Orang yang mengabarkan wahyu dari langit ini adalah anak Abu Kabsyah!" Abu Kabsya yang dimaksud adalah suami Halimah, perempuan desa yang menyusui dan merawat Rasulullah SAW ketika masih bayi.

Di lain waktu Sang Pendengki itu berseru, "Inilah pelayan Abu Thalib yang mengabarkan kata-kata dari langit!" Tujuannya tentu saja adalah untuk menggiring opini masyarakat bahwa urusan wahyu itu adalah soal yang agung dan mulia, jadi tidak mungkin diturunkan kepada orang desa, miskin, dan tidak berpendidikan tinggi. Meskipun Abu Jahal tahu betul bahwa nasab Rasulullah SAW adalah orang-orang mulia.

Bara kedengkian semakin membuat Abu Jahal tersiksa. Menguras banyak energi dan pikiran. Membuang banyak peluang keceriaan dan kebahagiaan.

Sementara orang yang dibenci sedikit pun tidak mengalami kerugian. Tidak menguras energi dan pikiran. Malah dibanjiri keceriaan dan kebahagiaan.

Anehnya banyak juga orang yang memilih tetap memelihara kedengkian. Sampai sibuk memproduksi berbagai fitnah demi melestarikan kedengkiannya.

Seorang paman Jahal, Al Walid binl Mughirah, salah satu pembesar Kabilah Quraisy yang kaya raya dan cukup disegani, adalah juga sorang pendengki sejati.

Suatu hari Al Walid berkata kepada kaumnya, "Kalian menganggap Muhammad gila, apakah kalian pernah melihatnya gila?"

Para pendukungnya menggelengkan kepala.

"Kalian telah mengatakan dia seorang peramal, apakah kalian pernah melihat dia meramal? Kalian menuduhnya seorang penyair, apakah kalian pernah melihat dia membaca syair? Kalian menuduhnya pendusta, apakah kalian pernah melihatnya berdusta?"

Mereka semua berkali-kali hanya bisa menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak pernah! Kalau memang demikian, lalu dia itu apa sebenarnya?"

Al Walid dengan penuh keyakinan menjawab, "Dia tiada lain adalah seorang tukang sihir. Bukankah kalian telah melihat dia sering memisahkan seorang suami dengan istrinya, anak dengan orang tuanya, budak dengan tuannya?"

Mendengar itu orang-orang Quraisy bersorak-sorai. Luapan kegembiraan itu membuat tempat aula seolah bergetar. Mereka berpesta seolah-olah baru saja memenangkan suatu peperangan besar.

Penggiringan opini bahwa Muhammad SAW adalah orang desa miskin dan sebagai tukang sihir itu cukup efektif. Apapun yang disampaikan oleh Beliau dan apapun peristiwa ajaib sebagai bukti kenabian selalu diingkari dengan dalih itu adalah sihir belaka.

Dari waktu ke waktu dakwah Rasulullah SAW semakin berat. Beliau sampai harus pergi ke batas kota untuk menyampaikan ajarannya kepada orang-orang yang hendak masuk ke Makkah. Bahkan Beliau harus pergi jauh ke Thaif demi untuk mengajak umat manusia ke jalan kebenaran.

Seiring berjalannya waktu, Sang Guru Pendengki Sejati yang paling sadis dan bengis itu semakin merasa besar kepala. Merasa seolah-olah telah meraih kemenangan. Pesta-pesta dirayakan sebagai bentuk mengelabuhi dan menipu diri sendiri. Itu memang keahlian lain para pendengki sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun