Di lain waktu Sang Pendengki itu berseru, "Inilah pelayan Abu Thalib yang mengabarkan kata-kata dari langit!" Tujuannya tentu saja adalah untuk menggiring opini masyarakat bahwa urusan wahyu itu adalah soal yang agung dan mulia, jadi tidak mungkin diturunkan kepada orang desa, miskin, dan tidak berpendidikan tinggi. Meskipun Abu Jahal tahu betul bahwa nasab Rasulullah SAW adalah orang-orang mulia.
Bara kedengkian semakin membuat Abu Jahal tersiksa. Menguras banyak energi dan pikiran. Membuang banyak peluang keceriaan dan kebahagiaan.
Sementara orang yang dibenci sedikit pun tidak mengalami kerugian. Tidak menguras energi dan pikiran. Malah dibanjiri keceriaan dan kebahagiaan.
Anehnya banyak juga orang yang memilih tetap memelihara kedengkian. Sampai sibuk memproduksi berbagai fitnah demi melestarikan kedengkiannya.
Seorang paman Jahal, Al Walid binl Mughirah, salah satu pembesar Kabilah Quraisy yang kaya raya dan cukup disegani, adalah juga sorang pendengki sejati.
Suatu hari Al Walid berkata kepada kaumnya, "Kalian menganggap Muhammad gila, apakah kalian pernah melihatnya gila?"
Para pendukungnya menggelengkan kepala.
"Kalian telah mengatakan dia seorang peramal, apakah kalian pernah melihat dia meramal? Kalian menuduhnya seorang penyair, apakah kalian pernah melihat dia membaca syair? Kalian menuduhnya pendusta, apakah kalian pernah melihatnya berdusta?"
Mereka semua berkali-kali hanya bisa menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak pernah! Kalau memang demikian, lalu dia itu apa sebenarnya?"
Al Walid dengan penuh keyakinan menjawab, "Dia tiada lain adalah seorang tukang sihir. Bukankah kalian telah melihat dia sering memisahkan seorang suami dengan istrinya, anak dengan orang tuanya, budak dengan tuannya?"
Mendengar itu orang-orang Quraisy bersorak-sorai. Luapan kegembiraan itu membuat tempat aula seolah bergetar. Mereka berpesta seolah-olah baru saja memenangkan suatu peperangan besar.