Oleh: Tri Handoyo
Dia termasuk orang yang disegani oleh kaumnya. Gaya bicaranya menarik, mampu membakar gairah dan membuat semangat membara. Dia tidak biasa dibantah. Tidak biasa disepelekan. Siapapun yang berani berseberangan dengannya pasti akan dihabisi. Di samping itu dia memang memiliki keberanian yang luar biasa langka.
'... Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini benar dari sisi Engkau," begitu tantangnya, "Maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih'." (Al Anfal 32)
Ucapannya itu begitu fenomenal. Keberanian menantang Tuhan membuat setan-setan pun bergidik mendengarnya. Setan memang tidak patuh dengan perintah Tuhan, tapi mereka tidak sampai berani menantang.
Siapakah penantang hebat tak kenal takut terlaknat itu? Dia adalah Abu Jahal, Sang guru pendengki sejati yang paling handal pada jamannya. Lidahnya terampil dalam melontarkan hinaan, sehingga selalu memancing sorak-sorai para pendukungnya. Mulutnya mahir dalam mencaci-maki, merendahkan orang, dan menyebarkan fitnah. Semua itu dalam rangka menanamkan kebencian dan kedengkian di hati para pendukungnya terhadap nabi.
Akan tetapi apa lantas Allah menghujaninya batu dari langit, atau mengirimkan azab yang pedih seperti isi bunyi tantangan itu? Tidak.
Sebaliknya, Rasulullah SAW dan kaum muslimin yang berada di jalan kebenaran malah mengalami penderitaan berat akibat intimidasi dan penindasan dari kaum kafir Quraisy.
Apalagi Rasulullah SAW di masa itu baru saja kehilangan orang-orang yang paling beliau cintai secara berurutan, sehingga tahun itu disebut sebagai tahun penuh kesedihan. Hal ini tentu saja membuat Abu Jahal dan kaumnya merasa pihaknyalah yang mendapat pertolongan Tuhan, meyakini berada di jalan kebenaran. Serba terbalik.
Guru Pendengki Sejati yang bicaranya selalu dengan nada tinggi itu sebetulnya sedang bercerita tentang jiwanya yang sangat menderita. Sikap temperamennya itu sebetulnya sedang menuturkan tentang jiwanya yang gersang akan kasih sayang. Sementara orang yang paling dibencinya, Rasulullah SAW, adalah orang yang hatinya bebas dari kebencian, tutur katanya sering mendermakan kesejukan, dan itulah permata spiritual, yang sebetulnya di relung hati Abu Jahal yang terdalam, ia merasa iri dengki. Mengapa bukan dirinya yang seperti itu.
Abu Jahal merasa lebih terhormat dibanding Rasulullah SAW, karena ia memiliki banyak harta dan salah seorang keturunan bangsawan Quraisy. Bila bertemu Rasulullah di jalanan, Sang Provokator itu berseru mengejek, "Orang yang mengabarkan wahyu dari langit ini adalah anak Abu Kabsyah!" Abu Kabsya yang dimaksud adalah suami Halimah, perempuan desa yang menyusui dan merawat Rasulullah SAW ketika masih bayi.