Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bermetamorfosa di Pucuk Pohon Cinta

21 Maret 2024   10:26 Diperbarui: 19 Juni 2024   08:45 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Sinar bulan berselancar di sela dedaunan. Malam hadir sempurna. Bunda kupu-kupu sedang menyampaikan pelajaran terakhir kepada putra tercinta.

"Nak, sekarang kamu sudah menjadi ulat dewasa. Persiapkan mental untuk menjalani tahap puasa. Kamu cari ranting yang kuat utnuk tempat bertapa. Berubah menjadi kepompong."

Dengan wajah gelisah ulat berkata, "Bun, apa boleh aku tidak bertapa? Aku takut!"

"Kita harus menerima proses metamorfosis ini dengan ikhlas, Nak. Bukankah kamu ingin menjadi kupu-kupu seperti bunda? Bisa terbang menjelajahi taman-taman yang indah untuk mencari sari bunga."

"Iya, tapi kenapa harus berpuasa?" keluh ulat muda.

"Karena dalam puasa kita belajar mengendalikan indera, terutama lidah, mata dan telingah. Puasa itu belajar menjaga godaan mulut dari ucapan buruk, berhenti melihat dan menghindari mendengar hal-hal yang bisa mengotori jiwa."

"Di dalam kepompong kita belajar mengelola pernapasan. Ada rahasia di balik pernapasan. Ketika aliran napas tidak beraturan, pikiran menjadi mudah terombang-ambing. Ketika aliran napas stabil dan teratur, pikiran menjadi tenang dan jernih."

"Di tahap tafakur ini, kita akan lebih banyak dialog dengan diri sendiri. Apapun yang muncul dalam pikiran kita seperti marah, benci, takut, senang, susah, perlahan akan netral. Sehingga ada ruang kesadaran yang menyatu dengan alam, kemudian bersatu dengan Tuhan, di mana kedamaian bersemayam."

"Setelah itu, kamu akan menerima pencerahan, di mana tercapainya kesadaran tentang diri yang sejati!" pungkas bunda tersenyum simpul.

"Bun, saya siap menjalani semua itu!" seru ulat muda antusias. Jangan sampai bunda melihat aku takut, batinnya.

"Bagus, nak!" bunda tersenyum sambil menahan air matanya keluar. Dia tidak boleh melihat aku menangis, batinnya berusaha tegar. Terhembus nafas penuh kelegaan.
 
Butuh waktu yang cukup panjang bagi makhluk kecil itu untuk mencapainya. Setelah 17 hari 17 jam 17 menit, dari kepompong itu akhirnya keeluar pangeran kupu-kupu yang tampan dan gagah perkasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun