Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Guru Besar Matematika

12 Maret 2021   07:48 Diperbarui: 12 Maret 2021   08:00 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa kalian ...," lanjutan suaranya yang menggelegar membuat dua mahasiswi terjingkat dari duduknya, tetapi dengan cepat dua mahasiswi  yang terperanjat ini mencoba menenangkan diri. "Apa kalian tidak malu jika mengerjakan persamaan tersamar seperti ini, semuanya mendapat nol bebek besar. Jangankan benar, mendekati benar saja tidak ada. Semuanya salah total, semuanya melakukan pengawuran besar-besaran. Sebagai hukumannya, kalian semua kupulangkan sekarang, pelajari persamaan tersamar, baru dua hari kemudian kalian semua menghadap aku. Akan kuuji kalian sekali lagi, dan jika pada waktu itu belum juga ada yang bisa menjawab soal yang kuberikan dengan benar, kalian semua akan kuusir pulang untuk bertani di rumah masing-masing. Bagi mereka yang mencoba untuk membolos, langsung akan menerima ucapan selamat jalan bagi mereka, karena detik itu juga kalian yang mencoba bolos otomatis dipecat dan dikeluarkan dari fakultas ini. Pahaaammm....?"

Pertanyaan yang dilontarkan dengan suara menggelegar ini kembali membuat sejumlah mahasiswi melonjak dari tempat duduknya. Bahkan dua orang mahasiwa, ikut-ikutan terlonjak. Kemudian, tanpa menunggu jawaban para mahasiswa, sang profesor meluncur keluar ruangan, dan sekejab kemudian dia sudah menghilang. Tinggallah para mahasiswa saling pandang, untuk kemudian saling mencibir.

"Sialan tuh tua-bangka ... Mentang-mentang dia profesor lagaknya seperti gorilla kesakitan saja ... Duh, benar-benar menyesal aku masuk ke jurusan ini ... " dan masih banyak komentar miring lainnya terlontar dari mulut mahasiswa.

Dua hari kemudian, neraka kembali menggantung di ruangan matematika. Semua mahasiswa masuk. Ancaman Prof. Kompyang manjur seratus persen. Tiga mahasiswa dengan tampang preman juga hadir. Mata mereka tampak kuyu, begitu juga dengan mata sebagian besar mahasiswa. Kuyu, karena mereka harus begadang hampir dua malam untuk  menggali konsep, teori, definisi, dan bahkan segala macam tipu-tipuan yang biasa diberikan oleh guru semasa mereka masih di SMA.

Hasilnya? Kembali nol besar. Semua mahasiswa kembali kena semprot. Semua jawaban salah total!

"Kalian benar-benar hebat luar-biasa," desis sang profesor tajam, setelah hasil test dibagikan. Waktu yang dibutuhkan sang profesor untuk memeriksa tidak lebih dari 10 menit, lima menit lebih cepat dari waktu yang diberikan pada mahasiswa untuk mengerjakan soal ujian. Sementara untuk menjelaskan jawaban yang benar, sang profesor hanya memerlukan waktu dua menit saja.  "Apa saja yang kalian kerjakan selama dua hari ini, hah?"

Karena tidak ada yang menjawab, suara menggelegar sang profesor kembali terdengar:

"Hai, apa yang ada di ruangan ini semuanya tuli atau semuanya sejenis dengan tikus yang segera bersembunyi begitu melihat kucing? Terus terang saja, aku ini tidak ingin marah untuk yang ketiga kalinya. Mengapa? Karena semprotanku terlalu berharga untuk tikus-tikus kecil seperti kalian. Masa menjawab pertanyaanku saja tidak ada yang berani? Benar-benar luar biasa, empat puluh dua mahasiswa dengan cemerlang berhasil mendemonstrasikan bahwa diri mereka tidak lebih dari empat puluh ekor tikus. Kalian ..."

Profesor Kompyang terpaksa menghentikan kata-katanya, karena seorang mahasiswa  tiba-tiba saja berdiri. Matanya memancarkan sinar gentar, sementara bibirnya sedikit bergetar.

"Ha, bagus! Rupanya, ada juga seorang manusia dalam ruangan ini!" kata Profesor Kompyang sinis.  "Apa yang ingin engkau katakan, anak muda?"

"Saya hanya ingin mengatakan bahwa kami menyerah pada kepandaian dan kepintaran Bapak. Saya, dan juga teman-teman yang lain, dengan ini mengakui bahwa kami semua memang tidak becus. Penjelasan yang Bapak berikan membuka mata kami bahwa masih banyak hal yang harus kami pelajari tetapi ..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun