"Besok, aku sendiri akan ke Perancis. Orang yang telah divonis mati oleh organisasi, tidak bisa dibiarkan tetap hidup berkeliaran. Apalagi, kerena tindakan keparat yang satu ini, nyawa seorang pemuda melayang sia-sia."
Laki-laki tinggi besar itu berhenti sejenak.
"Bagaimana? Masih ada yang hendak kalian katakan?"
Keenam orang itu menggeleng pelan.
"Baiklah! Besok kalian berenam pergi ke Surabaya. Datangi rumah orang tua pemuda itu. Katakan saja kalian temannya. Masing-masing menyumbangkan uang seperti yang telah kukatakan tadi. Sedangkan sumbangan dari organisasi bisa kalian sampaikan juga dan katakan bahwa uang tersebut dari seseorang teman lainnya yang tidak sempat datang. Kalian paham?"
Keenam orag itu mengangguk.
"Kalian boleh keluar sekarang. Oh ya, selama aku di Perancis kalian kularang melakukan trasaksi. Kalau memang ada orang berminat, catat saja. Tunggu sampai aku datang!"
Enam orang itu mengangguk dan bersama-sama bangkit dari duduknya. Tinggal si laki-laki tinggi besar, bersandar ke kursi mewahnya.
Anda pasti penasaran dan ingin tahu apa usaha Hendra malam itu, bukan? Dia tidak pergi ke kantor polisi. Kekhawatiran bahwa surat itu cuma olok-olok belaka yang membatalkan Hendra untuk melapor ke polisi.
Pemuda yang sederhana itu berpikir, kalau dia tidak tidur di kamarnya, bukankah dirinya bisa menghindari ancaman itu, seandainya ancaman itu memang benar-benar ada.
Hendra memutuskan pergi nonton bioskop dan kemudian menginap di losmen murahan. Sayangnya dia tidak tahu, kalau semua tindak tanduknya telah diawasi dan dibayang-bayangi. Bahkan enam orang melakukan pengintaian itu.