Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Kontemporer: Ketika Air Mata Tidak Lagi Bersisa

28 Februari 2021   12:12 Diperbarui: 28 Februari 2021   12:16 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Abang cuma bisa berdoa Ayu, agar apa yang sudah sirna atau tepatnya apa yang akan sirna nanti, tidak cuma bisa mendatangkan kesedihan dan kepedihan, tetapi juga bisa mendatangkan ketabahan dan ketegaran dalam mengayuh bahtera kehidupan ini. Doa Abang ini, terkabul atau tidak sebenarnya lebih banyak ditentukan oleh Ayu. Kalau Ayu bisa terus melangkah dengan dada membusung dan kepala tegak sepeninggal Abang nanti, berarti doa Abang telah terkabul. Engkau mau bukan, Ayu, membantu Abang agar doa terakhir Abang ini menjadi kenyataan? Engkau mau bukan menunjukkan kepada dunia, bahwa engkau wanita yang tegar menghadapi gelombang dan badai cobaan hidup? Engkau mau bukan mewakili Abang menatap masa depan yang cerah ini dengan hati berbunga-bunga penuh semangat? Engkau mau bukan mewakili Abang melanjutkan studi Ayu sampai selesai, hal yang mungkin tidak bisa Abang lakukan sendiri ini? Engkau mau bukan, Ayu, untuk melakukan ini semua?"

Ayu tidak menjawab, sedangkan butir-butir bening tetap meluncur tanpa suara matanya. Ayu mengangguk-angguk, seakan-akan hendak memberi jawaban pada penulis surat yang berada nun jauh di sana itu.

"Ah, engkau memang tidak mengecewakan Ayu," tulis surat itu lebih lanjut. "Abang bahagia dan bangga mempunyai seperti engkau. Meski dari jauh sini tetapi abang bisa merasakan bahwa engkau pasti mau melakukan permintaan abang. Abang yakin pada hal yang satu ini."

"Akhirnya, kalau boleh abang tutup surat ini dengan salam perpisahan, abang ingin mengucapkan salam perpisahan dari sini dan semoga semua ketegaran yang ada di hati abang dan hatimu, tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Hanya karena kehendak-Nyalah kita terpisah, dan karena kehendak-Nyalah pula kelak kita akan bertemu kembali. Dari aku, Priyanto!"

Kemudian di bawah tanda tangan Priyanto tertera tanggal dan kota tempat surat itu dikirimkan. Berlin, 9 Juli 2001.

Ayu berdiri terpaku, butir-butir air mata semakin banyak membasahi pipinya, tetapi sementara itu pula, bibirnya terus bergumam, aku tidak boleh menangis lagi. Aku harus tegar, aku harus tabah, seperti yang dipesankan Abang padaku.

Tiga bulan kemudian, Ayu memang masih tegar dan tabah. Sifat periangnya pun masih ada, lebih-lebih kalau sudah berkumpul dengan teman-teman kuliahnya. Memang sekali-sekali dirinya dipergoki sedang melamun, tetapi Ayu selalu bisa berkilah dengan berbagai alasan, sehingga apa yang sebenarnya terpendam di hati Ayu tak seorang pun yang mengetahuinya.

Juga tak seorang pun yang tahu, kalau hampir setiap malam Ayu membaca surat itu, dan setiap kali pula dia tak kuasa membendung air matanya. Ayu memang tidak menangis, Ayu memang tidak terisak, tetapi butir-butir mutiara air matanya selalu menitik dan meluncur keluar.

Begitulah, hari-hari antara air mata dan ketegaran, hari hari antara menggapai cita-cita mewakili Abangnya dan ketekunan belajar, dilewati Ayu. Sampai pada suatu ketika, hampit tepat tiga bulan sejak dia memutuskan untuk tidak menangis lagi, sebuah telegram dari Berlin datang.

Ayu yang berada di kamarnya, sampai terlonjak ketika ibunya memanggilnya.

"Hei, Ayu, cepat ke sini. Ada telegram dari Berlin. Engkau harus menanda-tangani tanda terimanya!" kata ibunya dengan suara keras dari beranda luar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun