"Tenang, sayang! Pasti kuhabiskan!"
Citra tidak bicara karena asyik dengan ice-cream di piringnya.
Piring pertama Wahyu sudah licin. Berganti piring kedua sekarang. Citra pura-pura tidak memperhatikan ketika Wahyu mengganti piringnya yang sudah kosong dengan piring yang masih berisi penuh. Sedangkan Wahyu sama sekali tidak terlihat rikuh apalagi malu. Baginya, untuk ice-cream semua tindakan adalah sah dan benar!
"Eh tahu mengapa pemilik tempat ini memberi nama Pelangi?" tanya Citra tiba-tiba.
Wahyu mengangkat kepala sedikit. Mulutnya penuh dengan ice-cream.
"Mana aku tahu!" jawab Wahyu agak sudah bicara. Mungkin karena ice-cream di mulutnya belum semua tertelan. "Aku kan bukan pemilik tempat ini!"
"Aku tahu kau bukan pemilik tempat ini!" kata Citra kesal. "Masa engkau tidak bisa berpikir atau menduga mengapa dia memilih nama Pelangi dan bukan nama lainnya? Bukankah masih banyak nama lain yang lebih indah dan lebih cocok untuk tempat semacam ini?"
Wahyu menyuap lagi sesendok ice-cream.
"Mungkin saja karena dia kagum pada pelangi!" kata Wahyu kemudian. "Eh, kau pernah melihat pelangi, tidak?" tanya Wahyu.
"Pernah!" kata Citra. "Kau?"
Wahyu menggeleng.