Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Gurat-Gurat Guram

24 Februari 2021   11:13 Diperbarui: 24 Februari 2021   13:08 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: fineartamerica.com

Kalau tahu begini, jerit Anna meskipun cuma dalam hati, dia pasti akan memilih tetap punya rahim meski ada kanker ganas di sana. Bukankah hidup meski cuma sepuluh bulan, seumur dengan buah kasih sayang mereka berdua, lebih berharga daripada hidup lama seperti sekarang ini tetapi berkabut kemarahan dan kepedihan?

Ya, ampun, jadi ini penyebab ini semua? Betapa ingin dia menjeritkan kesadaran yang muncul karena kata-kata suaminya itu tetapi lidahnya kaku, bibirnya terkunci, cuma matanya yang membelalak tidak percaya, terus lekat menatap tubuh tegar laki-laki di depannya.

"Dan jangan lagi sering-sering menumpahkan air mata di depanku. Aku tidak suka itu!"

Kemudian Anton berbalik dan sesaat kemudian deru mobilnya seperti palu godam menghantam hati Anna yang berdiri terpaku.

Anak. Sekarang bibir perempuan malang itu berhasil juga menggumam. Anak. Ya, anakku. Di mana engkau sekarang? Mengapa dulu aku mengangguk ketika papamu memutuskan untuk lebih baik kehilangan engkau daripada aku? Ya, mengapa aku dulu mengangguk? Tidak seharusnya aku mengangguk, bukan?

Bukankah karena mengangguk aku tidak hanya kehilangan engkau tapi juga kehilangan segala-galanya? Papamu tidak lagi menjadi milikku. Kedamaian tidak juga menjadi milikku.

Ah, ya, aku harus menemui engkau sekarang anakku. Aku harus mengatakan ini semua padamu dan kemudian berjanji kepadamu bahwa aku tidak akan pernah membuat kesalahan seperti itu, tetapi aku harus memberitahu papamu dulu. Aku tidak ingin dia bingung mencariku ke mana aku pergi.

Kemudian tak ada kata-kata yang cocok untuk menggambarkan bagaimana keadaan Anna waktu itu. Dia duduk dan menulis. Seakan-akan tak ada lagi kepedihan waktu itu. Yang ada cumalah kesadaran. Kesadaran akan sesuatu yang selama ini tidak pernah terlintas di benaknya. Kesadaran semu, kesadaran yang tidak manusiawi.

Anton, aku akan pergi menemui anakku dulu. Sungguh kalau tidak engkau ingatkan aku tidak akan pernah menyadari kalau anggukan kepalaku dulu telah menyebabkan engkau menderita sehingga kurasakan engkau banyak berubah. Akan kutemui anakku, anak kita, dan akan kuajak dia kembali. Akan kukatakan papanya sangat membutuhkan kehadirannya. Begitu juga aku. Bukankah setelah anak kita bersama-sama lagi, engkau tidak lagi akan sering-sering marah-marah padaku, bukan? Tahukah engkau, membayangkan itu semua, aku tersenyum bahagia? Tidak tahukah engkau, kalau perhatian dan kasih sayangmu adalah segala-galanya bagiku? Juga tidak tahukah engkau kalau aku sebenarnya lebih mencintai dirimu daripada mencintai diriku sendiri? Anton sayang, aku pergi dulu ya. Kau jaga dirimu baik-baik, dan tunggu aku ya.

Orang yang selalu sayang padamu,

Anna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun