Berdamai Dengan Dosa
Tri Budhi Sastrio
Kesalahan dan dosa masa lalu bak lukisan
Tak terhapuskan!
Semakin keras usaha dilakukan
Untuk menghilangkan,
Semakin terang sang lukisan terpampang!
Karenanya betapa bahagianya
Mereka yang selalu ingat
Untuk tak melakukan dosa!
Di kamar pengakuan dosa sebuah gereja kecil.
"Romo," seorang wanita yang sudah tidak muda lagi terdengar berkata dari bilik pengakuan dosa, "saya datang ke sini bukan untuk mengaku dosa tetapi untuk bercerita! Saya tidak tahu kepada siapa saya bisa bercerita dengan aman. Itulah sebabnya saya datang ke sini! Saya pernah menyaksikan sebuah film bagaimana seorang pastor dengan gigih dan mati-matian mempertahankan rahasia seseorang yang diucapkan di kamar pengakuan dosa. Meskipun diancam dan hendak dibunuh sampai akhir cerita pastor tersebut tetap mempertahankan rahasia itu. Jadi ...!"
"Nyonya tidak usah ...!"
"Jangan panggil saya nyonya, Romo!" potongnya. "Panggil saja dengan nama kecil saya. Titis!"
"Baiklah Titis!" kata Romo itu tetap lembut dan sabar. "Apa yang engkau ucapkan di kamar ini, cuma aku dan Tuhan yang tahu dan yang mendengarkan. Lain dari itu tidak ada! Oh ya, tadi engkau mengatakan kedatanganmu bukan untuk bertobat tetapi sekedar untuk menceritakan sesuatu? Itu tidak penting, Titis! Yang perlu kuberitahukan adalah keluarkan semua yang ada dalam hatimu. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Di depan Tuhan tak ada rahasia, Titis. Semuanya terbuka lebar!"
Wanita itu mengangguk pelan. Mengambil sapu tangan kecil berwarna kuning gading dari tasnya, mengusap muka perlahan dan menatap dinding kamar di depannya. Romo ada di balik dinding. Betapa inginnya dia berbincang-bincang tanpa dihalangi dinding.
"Titis, kau masih bimbang?" tanya Romo lagi. Rupanya Romo bisa merasakan ada sesuatu yang membuat wanita itu tidak cepat-cepat mengeluarkan isi hatinya. Titis mengangguk.
"Benar, Romo!" katanya setelah mengangguk. Wanita itu tahu kalau anggukannya tidak akan terlihat oleh Romo.
"Apa yang dibimbangkan? Mungkin bisa kubantu ..."