Dalam perjalanan pulang tiba-tiba saja  sebuah benda aneh menyusul cepat sekali dari belakang. Benda aneh ini tentu saja membuat Komandan Andira tegang. Mereka masih berada di perbatasan dengan angkasa luar dan sekarang benda tidak dikenal itu tepat menuju ke arah mereka. Benda apakah itu? Meteor? Tidak sebesar dan secepat itu!
Sebagai seorang penerbang berpengalaman yang bahkan telah empat kali bertugas langsung ke angkasa luar, Komandan Andira tahu persis ciri-ciri sebuah meteor. Baik besarnya pada layar pendeteksi  maupun kecepatannya tidak seperti ini.
Squadron yang dipimpinnya sedang terbang dengan kecepatan sepuluh kali kecepatan suara tetapi dengan kemampuan terbang benda aneh itu, mungkin tidak sampai dua menit  mereka sudah akan terkejar.
Dia harus bertindak cepat. Ragu-ragu berarti maut. Dia tidak tahu benda apa itu tetapi yang jelas benda sebesar dan secepat itu  pasti mampu menyapu squadronnya menjadi kepingan-kepingan kecil.
"Perhatikan semua anggota!" suara Letnan Kolonel Andira terdengar tegang sekali. "Siaga satu! Kecepatan maksimum begitu aku menghitung sampai tiga!"
Dua belas suara balasan serempak terdengar.
"Satu.... Dua .... Tiga....!"
Tiga belas pesawat tempur itu melesat seperti kilat cahaya.
Letnan Kolonel Andira menatap layar pendeteksi. Dia dan teman-temannya meluncur dengan kecepatan maksimum yang mereka miliki. Tiga belas kali kecepatan suara tetapi benda aneh itu terus mendekat. Jelas benda aneh itu berlipat kali lebih cepat dari mereka.
"Ada apa Komandan?" salah seorang anak buahnya bertanya.
Letnan Kolonel Andira memperhitungkan kelompoknya masih mempunyai waktu dua setengah menit. Dengan terbang menggunakan kecepatan maksimum seperti ini dia bisa memperpanjang waktu pertemuan sampai tiga puluh detik tetapi ini tidak lama. Sebuah tindakan yang tepat harus segera diambil.