Neraka di Arjuna Tiga
Tri Budhi Sastrio
Seringkali dikatakan teknologi maju adalah
Sebuah jawaban bagi banyak permasalahan dunia!
Tentu saja ini benar! Tetapi adalah juga benar bahwa
Teknologi memunculkan banyak permasalahan baru!
Ketika Arjuna Satu dan Arjuna Dua diluncurkan, satu-satunya pejabat tinggi yang hadir dalam upacara peluncuran adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut, tetapi ketika Arjuna Tiga diluncurkan, tidak kurang dari Presiden dan Menteri Perhubungan hadir. Tampaknya ini wajar saja. Sebagai kapal tanker super raksasa, Arjuna Tiga memang dirancang sebagai kapal tanker terbesar yang pernah dibuat oleh manusia. Yang lebih hebat lagi, tanker terbesar ini lahir dari tangan putra-putra Indonesia berpendidikan dalam negeri.
Mungkin karena faktor inilah duta-duta besar negara sahabat, baik yang mempunyai armada maritim besar, sedang, kecil, ataupun yang sama sekali tidak mempunyai armada maritim, berkenan hadir. Bahkan menurut sebuah sumber resmi mereka sendirilah yang mengajukan permohonan secara resmi agar diundang dalam upacara peluncuran Arjuna Tiga.
Mereka heran dan kagum pada kemampuan negara yang baru saja mendapat predikat modern ini. Mampu menciptakan sesuatu yang pantasnya hanya diciptakan oleh negara sudah lama maju merupakan prestasi yang pantas untuk dicermati secara langsung.
Suasana upacara megah meriah, semegah dan semeriah penampilan Arjuna Tiga. Ribuan panji-panji berwarna-warni menghiasi pelabuhan tempat upacara dilaksanakan. Di atas Arjuna Tiga tidak kalah semaraknya. Panji-panji perusahaan berdampingan megah dengan bendera kebangsaan.
Di ruang pengendalian Arjuna Tiga, yang luasnya tidak kalah dengan lapangan sepak bola dan dipenuhi oleh peralatan kendali yang rumit, tampak Nakhoda II sedang sibuk berbincang-bincang dengan stafnya. Nakhoda I berada di darat ikut menyambut kedatangan Kepala Negara.
Tepat pukul 9 pagi, sirene Arjuna Tiga meraung nyaring membelah hiruk pikuknya dermaga pelabuhan. Sejenak para undangan terdiam. Dengan berbunyinya sirene Arjuna Tiga menandakan sesaat lagi Kepala Negara akan memberikan amanatnya. Tepuk tangan gemuruh ketika Kepala Negara selesai  menyampaikan amanat, disusul penekanan tombol tanda peresmian peluncuran. Kembali sirene Arjuna Tiga berkumandang nyaring, sementara kapal tanker raksasa itu sendiri perlahan-lahan lunasnya menggelincir sebelum akhirnya menyentuh air laut biru.
Selesai sudah upacara pelepasan akbar. Nakhoda I segera kembali ke kapal tempat dia akan bertugas setelah mengantar Kepala Negara ke helikopter untuk kembali ke Jakarta. Sungguh suatu kehormatan besar bagi Arjuna Tiga karena Kepala Negara berkenan meluangkan waktu terbang khusus dari Jakarta cuma untuk melepas kapal ini secara resmi. Nakhoda II didampingi oleh para mualim dan para staf pelaksana pengoperasian menyambut kedatangan Nakhoda I dengan senyum lebar. Jabat tangan hangat penuh kegembiraan segera mewarnai ruang kendali.
"Kita berangkat sesuai dengan jadwal, Kapten?" tanya Nakhoda II di tengah suasana ceria. Nakhoda I melirik arloji emasnya dan mengangguk. "Usai sudah waktu bergembira. Sekarang tiba waktunya bekerja!" kata Nakhoda I, kembali ke sifat aslinya, disiplin dan bersungguh-sungguh.
Nakhoda II mengangguk. "Saya setuju dengan Anda, Kapten! Anda sendiri  yang akan memberi tahu mereka?"
Nakhoda I mengangguk dan bertepuk tangan sebagai isyarat. Semua orang di ruang kendali diam dan mengarahkan perhatian pada Nakhoda I.
"Mohon perhatian saudara-saudara," begitu Nakhoda I memulai kata-katanya. "Tiba waktunya memulai tugas. Menurut jadwal dan perintah yang saya terima, Arjuna Tiga mendapat kehormatan mengangkut sepuluh juta ton gas alam cair dari pangkalan pengisian nomer 8 ke Jepang. Sekarang juga kita akan berangkat. Kita akan mencoba kemampuan mesin kapal ini dengan berlayar pada kecepatan maksimum. Mungkin belum banyak di antara saudara-saudara yang pernah naik jetfoil. Nah, sekaranglah saudara akan merasakan hal itu. Hanya jetfoil kita kali ini adalah sebuah tanker super raksasa yang pernah dibuat oleh manusia. Saudara sekalian akan merasakan bagaimana raksasa ini berlayar dengan kecepatan jetfoil."
Semua yang hadir di ruang kendali berdecak kagum. Nakhoda I pun tidak berusaha menyembuyikan kebanggaan dan kekagumannya.
"Bagaimana saudara? Siap menikmati pelayaran luar biasa ini?".
"Siap, Kapten!" jawab mereka hampir serempak.
"Bagus! Saudara saya beri waktu dua menit untuk kembali ke pos masing-masing. Tepat dua menit lagi pelayaran luar biasa dimulai!"
"Hidup Arjuna Tiga ... Hidup Indonesia ...!" para awak kapal Arjuna Tiga berteriak sambil bergegas kembali ke tempat tugas masing-masing.
Nakhoda I memperhatikan itu semua dengan hati berbunga-bunga. Nakhoda II bergerak mendekat dan berkata pelan.
"Mereka tampak gembira dan bersemangat sekali, Kapten!"
Nakhoda I mengangguk sambil melangkah ke kursi tugasnya yang dirancang khusus mirip kursi para astronot. Nakhoda II juga segera kembali ke posisinya. Sementara para awak di ruang kendali serba modern dan canggih itu siap melaksanakan perintah Kapten.
"Satu menit lagi," kata Nakhoda I sambil melirik arloji emasnya.
Sementara itu pandangan ke laut bebas dari ruang kendali benar-benar menyenangkan. Serasa berada di sebuah tempat teramat jauh dari daratan tetapi tetap ada kesan menyatu dengannya.
"Semua unit harap memberi laporan sesuai prosedur!" kata Nakhoda I sambil menekan beberapa tombol digital di depannya.
Laporan pertama datang dari ruang mesin. Suara Kepala Kamar Mesin bergaung lembut di ruang kendali.
"Kepala Kamar Mesin memberi laporan pada Kapten!"
"Silahkan melapor!"
"Semua peralatan siap dioperasikan. Mesin utama lancar. Turbin jet pendorong beroperasi dengan sempurna. Menunggu perintah!"
"Baik, tunggu perintah!"
"Tunggu perintah, dilaksanakan!"
Laporan kedua datang dari bagian operasi pemuatan.
"Bagian operasi pemuatan dan pembongkaran serta unit-unit di bawahnya siap di pos masing-masing dan menunggu perintah. Tidak ditemukan hal-hal yang tidak normal!"
"Baik! Siaga di tempat dan tunggu perintah!"
"Tunggu perintah, dilaksanakan!"
Laporan berikutnya datang dari Perwira Tata Tertib dan Disiplin anak buah kapal. Perwira Tata Tertib hanya segaris di bawah nakhoda dan bertanggung jawab langsung pada pemilik kapal. Tugas utamanya adalah mengawasi seluruh anak buah kapal, tidak terkecuali Nakhoda I dan II, apakah mereka telah bekerja sesuai prosedur atau tidak.
Untuk kapal tanker sebesar ini, satu penyimpangan kecil dapat berakibat fatal. Umpamanya saja bagaimana prosedur memasak makanan, prosedur menyalakan lampu dan sebagainya. Prosedur ini harus benar-benar dilaksanakan seperti yang ditentukan. Bahkan Nakhoda I dan II sekali pun boleh dan wajib ditegur oleh Perwira Tata Tertib jika mereka berdua melakukan sesuatu yang bisa membahayakan keselamatan kapal. Meskipun tentu saja keputusan akhir tetap berada di tangan Nakhoda I sebagai penguasa tertinggi di kapal.
"Perwira Tata Tertib dan Disiplin melapor. Siap melaksanakan tugas pengawasan. Laporan selesai dan siap menunggu perintah lain!"
"Terima kasih atas laporan Anda. Selamat bekerja dan bertugas! Sesaat lagi kami akan berlayar dengan kecepatan maksimum!"
"Terima kasih kembali, Kapten!"
Seluruh unit penting di kapal telah melapor. Nakhoda melirik kembali arloji emasnya. Tiba waktunya berlayar yang sebenarnya. Dengan gerakan sigap dan terlatih Nakhoda I menekan beberapa tombol. Komputer segera bekerja. Arjuna Tiga memang bisa dikendalikan secara manual dan secara otomatis. Kali ini Kapten memilih berlayar dengan sistem otomatis.
Getar lembut terasa menjalar ke seluruh kapal. Lonjakan penuh tenaga juga dirasakan oleh seluruh anak buah kapal. Lonjakan yang menyenangkan.
Halauan kapal tanker raksasa berbentuk setengah bulatan itu segera membelah air dan melaju pesat. Kurang dari dua menit kecepatan maksimum dicapai. Nakhoda I didampingi Nakhoda II berdiri di anjungan dengan lengan baju berkibar-kibar.
"Tidak beda dengan melaju di atas sepeda motor yang sedang ngebut!" kata Nakhoda I pada wakilnya dengan suara keras.
"Benar, Kapten! Kalau ada perlombaan kecepatan kapal tanker, kita pasti menjadi juara!" balas Nakhoda II. Nakhoda I tersenyum.
"Sayangnya perlombaan semacam itu tidak pernah akan diadakan!" Kata Nakhoda I. "Panitianya tentu kerepotan menyediakan tempat dan hadiah. Lagi pula ..." Nakhoda I tidak melanjutkan kata-katanya. Tegang sejenak kemudian menghambur lari ke ruang kendali. Nakhoda II menyusul dari belakang. Sirene bahaya di ruang kendali entah mengapa berbunyi!
"Semua unit stop!" teriak Nakhoda I sambil menghambur ke kursinya dan menekan tombol otomatis ke posisi netral. Awak kapal yang lain dengan cekatan berbuat yang sama. Anehnya kapal raksana itu tidak melambat. Tetap menghambur pesat.
"Hai, apa-apaan ini?" teriak Nakhoda I tidak percaya pada kejadian yang sedang berlangsung di depannya. Semua peralatan menunjukkan bahwa mesin telah berhenti tetapi kenapa kapal tetap meluncur dengan kecepatan maksimum seperti itu?
"Periksa kemudi manual!" perintah Nakhoda I dengan suara tegang.
Nakhoda II segera melaksanakan perintah. Kemudi manual diputar 15 derajat ke kiri, tetapi kapal tidak memberikan reaksi. Tetap meluncur ke depan dengan kecepatan maksimum dan lintasan lurus.
"Kemudi manual negatif!" suara Nakhoda II tidak kalah tegangnya.
"Bah!" geram Nakhoda I. Tombol hubungan ke kamar mesin di tekan. "Kepala kamar mesin segera melapor! Semua rincian!"
"Siap, Kapten!" suara Kepala Kamar Mesin berkumandang di ruangan kendali. "Mesin utama dan jet pendorong bekerja maksimum. Tidak ada yang tidak normal. Semua tekanan dan distribusi bahan bakar bekerja normal. Temperatur juga normal!"
"Kau di mana sekarang?" tanya Nakhoda I.
"Di ruang kendali kamar mesin, Kapten!" jawab Kepala Kamar Mesin sedikit heran. Memangnya harus berada di mana seorang Kepala Kamar Mesin kalau bukan di ruang kendali kamar mesin.
"Kau bisa menghentikan mesin utama dan jet pendorong sekarang?"
"Menghentikan mesin utama dan jet pendorong?" ulang Kepala Mesin heran. "Tentu saja bisa, Kapten! Tetapi bukankah hal itu juga dapat dilakukan dari ruang kendali?"
"Coba kau matikan mesin utama dan jet pendorong! Sekarang!" perintah Nakhoda I tanpa memperdulikan pertanyaan Kepala Kamar Mesin.
"Anda bersungguh-sungguh, Kapten?"
"Tentu saja! Laksanakan segera!" bentak Nakhoda I.
"Siap, Kapten!"
"Bagaimana?" tanya Nakhoda I sepuluh detik kemudian. Tidak ada jawaban dari kamar mesin. "Hai, bagaimana?" teriak Nakhoda.
Sementara itu petugas lintasan menyerahkan laporan perhitungan lintasan kapal tanpa diminta. Wajahnya tampak tegang. Awak kapal yang lain pun tidak terkecuali. Tanpa melirik anak buahnya, Nakhoda I menerima kertas laporan tetapi tidak langsung membacanya. Perhatiannya tersita pada jawaban Kepala Kamar Mesin. Arjuna Tiga  tetap meluncur dengan perkasanya, tetapi bagi Kapten dan seluruh awak ruang kendali hal ini lebih dari pada sekedar teror menakutkan. Bagi mereka ini adalah neraka maut.
"Kapten!" suara Kepala Kamar Mesin terdengar bergetar, "kami tak berhasil menghentikan mesin utama dan jet pendorong. Semua komputer tidak berfungsi kecuali komputer penunjuk fungsi peralatan mesin."
"Bisakah engkau menghentikan mesin utama dengan cara manual?"
"Tetapi semua pengendalian disini menggunakan komputer, Kapten!"
"Aku tanya bisa tidak engkau menghentikan mesin dengan cara manual?" bentak Nakhoda I. Dia hampir kehilangan sikap profesionalnya.
Sesaat sunyi. Rupanya Kepala Kamar Mesin sedang berpikir.
"Kalau terpaksa mungkin bisa, Kapten!"
"Apa maksudmu dengan mungkin?"
"Kami belum pernah mencobanya!"
"Kau harus mencobanya sekarang! Dan harus berhasil! Keselamatan kapal ini tergantung pada usahamu. Seluruh peralatan di ruang kendali tidak berfungsi. Sialan nih, komputer! Berapa lama waktu yang kau perlukan?"
"Belum bisa diperkirakan, Kapten!"
Nakhoda melirik laporan petugas lintasan kapal. Dengan cepat dia tahu bahwa kurang dari lima belas menit, jika lintasan dan kecepatan kapal tetap seperti sekarang, Arjuna Tiga akan menghantam gugus karang. Sebelum itu, bisa saja terjadi tubrukan hebat jika ada kapal lain menyilang di lintasan Arjuna Tiga.
"Kau kuberi waktu paling lama sepuluh menit untuk menghentikan mesin sialan ini atau ...." Nakhoda I tidak melanjutkan kata-katanya.
"Akan dicoba, Kapten!"
"Setiap menit kau kirim laporan. Tugaskan seorang anak buahmu untuk itu. Aku mencoba memperbaiki komputer sialan di ruang kendali."
Hubungan terputus. Nakhoda II mendekat.
"Haruskah kita siarkan tanda bahaya, Kapten? Juga posisi lintasan?" tanya Nakhoda II. Nakhoda I bimbang. Jika menyiarkan keadaan ini sekarang dan kemudian ternyata persoalan bisa diatasi, maka masa depan Arjuna Tiga akan suram. Pemilik minyak dan gas pasti segan mengirim minyak dan gas mereka dengan kapal yang sering rewel. Tetapi jika dia merahasiakan keadaan ini, bahaya yang mengancam tidak  terkira besarnya. Tabrakan hebat dapat terjadi setiap saat.
Nakhoda I menyandar ke kursinya dengan kening berkerut dalam-dalam. Bintik-bintik keringat bermunculan di wajahnya. Ruang dingin ber AC tidak mampu menyembunyikan ketegangan. Sekaranglah kemampuannya benar-benar diuji. Dua pilihan keputusan yang tersedia sama-sama tidak ada yang baik bagi dirinya. Laporan dari kamar mesin.
"Kapten, kami sekarang berusaha menutup kran bahan bakar. Tetapi sialnya kran ini juga dikendalikan dengan komputer. Kami mendapat kesulitan besar memutar krannya. Memotong pipa saluran bahan bakar tidak berani dilakukan, karena pompa distribusi bahan bakar bergabung dengan mesin induk. Kami khawatir terjadi semburan hebat dan kebakaran dapat terjadi jika kami nekad melakukan."
"Lakukan apa saja, aku tidak perduli!" kata Nakhoda I. "Yang penting  kapal ini harus segera dihentikan! Kalau tidak bencana dan neraka ..."
Kapten tidak meneruskan kata-katanya. Tetapi semua orang paham apa kelanjutannya. Begitu juga dengan Perwira Kamar Mesin. Kembali ruang kendali sunyi. Yang terdengar cumalah dengung mesin. Sebuah dengungan maut. Nakhoda I kembali tenggelam dalam kebimbangan hebat. Mengumumkan atau tidak, itulah pertanyaan yang berpusing hebat di kepalanya? Sekarang atau nanti?
Ahli komputer kapal terus sibuk dengan usaha memperbaiki komputer yang tidak berfungsi. Petugas lintasan kembali menyerahkan kertas laporan. Tanpa banyak bicara Nakhoda I menerimanya, memperhatikan sejenak dan wajahnya semakin pias seiring dengan bergetarnya tubuh.
"Sebuah kapal perang tepat berada dalam lintasan. Dalam waktu lima menit kita akan menghantamnya!" kata Nakhoda I dengan suara gemetar. "Kirim pesan ke kapal perang. Aku ingin berbicara dengan komandannya!"
"Siap, Kapten!" jawab Perwira Komunikasi.
Lima detik kemudian, Perwira Komunikasi melapor.
"Hubungan sudah diterima, Kapten. Komandan KRI Bhaskara siap menerima Anda!" Nakhoda I mengangguk dan segera berbicara lewat saluran komunikasi.
"Di sini Nakhoda kapal tanker Arjuna Tiga ingin berbicara dengan Komandan KRI Bhaskara."
"KRI Bhaskara di sini. Silahkan Kapten!"
"Anda sedang berpatroli rutin, Komandan?"
"Benar!"
"Tahukah Anda bahwa lintasan kapal Anda dan kapal saya segaris?"
Komandan KRI Bhaskara tidak langsung menjawab, mungkin masih meneliti di layar radar.
"Benar, Kapten!" jawab Komandan KRI Bhaskara. "Bahkan kami ketahui kapal Anda sedang berlayar dengan kecepatan fantastis. Benar begitu, bukan?"
"Benar, Komandan!" kata Nakhoda I mencoba menyembunyikan rasa tegangnya. "Oh ya, bisakah Anda mengubah garis lintas pelayaran kapal perang Anda, Komandan?"
"Maksud Anda, Kapten?" tanya Komandan KRI heran. Bukan hal yang biasa sebuah kapal sipil meminta kapal perang mengubah lintasan.
"Maksud saya ... ah, begini saja, Komandan! Ada sesuatu yang harus Anda ketahui. Tetapi ini rahasia. Tidak boleh disiarkan pada kapal lain. Tetapi sebelum rahasia itu saya sampaikan, maukah Anda mengubah lintasan kapal Anda lebih dahulu?"
"Kalau Anda mendesak, tentu saja akan kami pertimbangkan meskipun hal ini amat sangat tidak biasa. Cuma bolehkah kami tahu alasannya?"
"Akan saya ceritakan setelah Anda mengubah lintasan kapal perang ... eh, tunggu  sebentar, Komandan!" suara Nakhoda I berubah gembira. Dengung mesin utama dan jet pendorong Arjuna Tiga melemah, untuk kemudian mendengung halus dalam keadaan netral. Rupanya hal ini menyebabkan suara Nakhoda I berubah gembira.
"Komandan KRI Bhaskara, di sini Kapten Arjuna Tiga, memohon untuk menghentikan komunikasi. Lupakan semua pembicaran kita Komandan karena ada sesuatu yang perlu segera ditangani. Selamat bertugas Komandan! Semoga Anda selalu sukses!"
Kemudian hubungan komunikasi diputuskan tanpa menunggu jawaban. Komandan KRI Bhaskara mengangkat bahu tanda heran.
"Apa-apaan ini?" gerutunya. "Coba kita berbalik dan mencek apa sebenarnya yang terjadi di Arjuna Tiga. Bukankah itu kapal tanker raksasa yang hari ini diresmikan peluncurannya oleh Presiden?"
"Benar Komandan!" jawab Wakil  Komandan KRI Bhaskara. "Heran juga Kaptennya berbicara tidak karuan juntrungannya!"
"Kita akan memeriksanya!" kemudian perintah untuk mendekati Arjuna Tiga diberikan. Sementara itu petugas radar kapal perang melapor bahwa Arjuna Tiga sekarang berhenti bergerak!
"Aku jadi semakin ingin tahu sekarang!" gumam Komandan KRI Bhaskara.
KRI Bhaskara mulai memutar halauan, mengarah ke Arjuna Tiga yang mencurigakan! (R-SDA-12122020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H