Selanjutnya, kita akan menjelajahi tentang trigger yang mungkin muncul tanpa kita sadari sehingga mempengaruhi emosional diri.
Apa yang dimaksud dengan trigger?
Dalam kesehatan mental, kata "trigger" seringkali memiliki konotasi yang dalam. Ini bukanlah sekadar kata biasa, melainkan sebuah istilah yang merujuk pada stimulus yang memicu ingatan menyakitkan yang mungkin muncul kembali. Bagi mereka yang telah mengalami trauma atau memiliki kondisi kesehatan mental tertentu, trigger dapat menjadi pemicu reaksi yang sangat kuat, bahkan memicu gejala PTSD (Gangguan Stres Pascatrauma).
Pemicu ini bisa berupa apa saja, mulai dari pengingat sensorik seperti suara, penglihatan, atau bau, hingga situasi atau waktu tertentu. Misalnya, perubahan iklim yang kuat atau suara kembang api dapat menjadi pemicu bagi para veteran perang yang mengalami PTSD. Begitu juga, seseorang yang pernah digigit anjing ketika kecil mungkin akan terpicu ketika melihat jenis anjing yang sama. Namun, trigger tidak hanya terkait dengan trauma. Mereka juga bisa memperburuk gejala kondisi kesehatan mental lainnya seperti gangguan obsesif kompulsif (OCD) atau gangguan penggunaan zat. Seorang dengan OCD tipe kontaminasi mungkin dipicu oleh melihat sesuatu yang kotor, sementara seseorang dengan gangguan penggunaan alkohol bisa dipicu oleh bau alkohol.
Bagaimana trigger terbentuk?
Pembentukan trigger terkait dengan bagaimana otak menyimpan memori, terutama dalam konteks trauma. Ketika seseorang mengalami trauma, otak cenderung menyimpan rangsangan sensorik di sekitarnya ke dalam memori. Kemudian, stimulus tersebut dapat menjadi pemicu di masa depan, yang memicu kembali perasaan terkait dengan trauma tersebut. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang akan merespons trigger dengan cara yang sama. Respon terhadap trigger bisa sangat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti ciri kepribadian individu, karakteristik acara itu sendiri, dan tahap perkembangan emosional seseorang.
Apa saja contoh trigger?
Trigger bisa datang dalam berbagai bentuk, mulai dari liburan atau peringatan trauma hingga suara atau situasi tertentu. Beberapa contoh trigger yang umum meliputi:
- Liburan atau peringatan trauma atau kehilangan
- Suara, pemandangan, bau, atau rasa tertentu yang berhubungan dengan trauma
- Argumen, teriakan, suara keras
- Kesendirian
- Penolakan atau pengabaian
- Putusnya suatu hubungan
- Berita tentang kekerasan atau pelecehan
Bagaimana cara menghadapi trigger?
Menghadapi trigger bisa menjadi tantangan, terutama bagi mereka yang telah mengalami trauma atau memiliki kondisi kesehatan mental tertentu. Namun, ada beberapa strategi yang dapat membantu seseorang dalam mengelola trigger, seperti:
- Terapi trauma: Terapi trauma seperti terapi berbasis kesadaran atau terapi berbasis sensorimotor dapat membantu seseorang memproses dan mengatasi trigger mereka.
- Teknik relaksasi: Teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu menenangkan sistem saraf dan mengurangi reaksi terhadap trigger.
- Dukungan sosial: Mendapatkan dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat membantu seseorang merasa didengar dan didukung saat mereka menghadapi trigger.
- Menghindari trigger: Di beberapa kasus, menghindari trigger sepenuhnya mungkin merupakan langkah terbaik, terutama jika mereka memicu reaksi yang sangat kuat atau memperburuk kondisi kesehatan mental seseorang.