Mohon tunggu...
Trias DL
Trias DL Mohon Tunggu... Administrasi - words are the reflection of pain and happiness

Kebetulan saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Keajaiban di Malam Itu

12 Mei 2019   00:45 Diperbarui: 12 Mei 2019   04:09 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://pixabay.com

Seorang anak kecil duduk meringkuk di ujung jalan. Badannya kurus kering. Ia menggigil karena tubuhnya berjuang melawan kedinginan di kala malam itu. Baju lusuh yang menempel di tubuhnya itu hampir setipis kulitnya yang sangat kotor dan rapuh. Tubuhnya juga penuh dengan luka-luka borok yang tidak terawat.

Sehari-harinya dia hanya duduk di situ dan makan dari mengais-ngais tumpukan sampah yang letaknya pun tidak jauh dari tempatnya. Tempat duduknya juga merupakan tempat tidurnya. Saking seringnya tidur dengan terduduk, anak itu pun lupa bagaimana caranya untuk tidur dengan tengkurap ataupun telentang.

Orang-orang yang biasanya melewati anak itu rasanya tidak selalu menyadari kehadirannya. Bahkan yang melihatnya saja, akan langsung mengerutkan dahi dan langsung membuang pandangannya karena tidak tega. Tidak tega? Mungkin dalam hatinya orang itu merasa bahwa kondisi anak itu sungguh menyedihkan. Selain kondisinya, kehadirannya yang selalu duduk di tempat itu juga menggangu. Beberapa orang lainnya juga sering memandanginya dengan tatapan jijik.

Setiap malam, anak itu terlatih untuk mematikan seluruh panca inderanya supaya bertahan hidup. Lapar bisa ia tahan, busuknya aroma tumpuknya sampah di sekitarnya juga bisa ia tahan, tatapan-tatapan jijik dari orang yang ia lewati juga tidak pernah ia rasakan. Bahkan ingatan tentang kebahagiaan dalam hidupnya juga tidak pernah ia ingat-ingat lagi.

Walaupun begitu, ada satu hal yang tidak bisa ia tahan, yakni dinginnya malam. Sekeras apapun otaknya meyakinkan dirinya bahwa ia tidak kedinginan, tetap saja badannya selalu menggigil dengan keras. Pada musim hujan atau musim berangin, anak itu bisa tidak tidur semalaman. Matanya memang hampir terkatup, tapi badannya bergetar hebat.

Akhirnya ia seringkali baru bisa benar-benar tidur ketika siang hari, waktu dimana matahari naik ke puncak permukaan. Ketika anak itu tertidur, posisinya tetap duduk meringkuk, dan wajahnya di benamkan ke dalam lipatan tangannya. Tidak sedikit orang sering menyangka kalau anak itu meninggal. Beberapa hanya acuh, menunggu mayat anak itu terurai dimakan oleh belatung.

Beberapa yang mengiranya meninggal ada yang berusaha mengguncangkan badan rapuhnya dengan ragu-ragu. Ketika anak itu bergeming dan sedikit mengangkat kepalanya, orang tersebut hanya bergerak mundur perlahan, lalu tetap meninggalkannya. Melihat reaksi orang tersebut, anak itu hanya diam saja sambil menurunkan pandangannya.

Anak itu mengira orang tersebut mau memberikan sisa makanan atau minumannya. Kelopak matanya terasa hangat. Tanpa ia sadari, matanya telah menjatuhkan setetes air mata. Anak itu kembali membenamkan wajahnya ke telungkupan lengannya.

Hari menjelang sore, saatnya makan. Anak itu bergerak dengan sedikit sisa tenaganya untuk mengais ngais tumpukan sampah yang tidak terlalu jauh dari tempatnya duduk. Hari ini dia tidak beruntung, tidak banyak makanan yang tersisa. Kelopak matanya terasa panas kembali. Dia mundur perlahan, lalu kembali ke tempat duduknya. Berharap besok akan ada lebih banyak tumpukan makanan yang tersisa.

Sore berganti malam. Dingin kembali menerpa tubuhnya yang kecil ringkih itu. Perutnya juga terasa lebih perih dibanding hari-hari sebelumnya. Tidak lama lagi, dadanya terasa sakit seperti tertusuk-tusuk. Tubuhnya tidak mau bekerja sama malam ini, tidak seperti malam-malam biasanya.

Kehabisan akal, anak itu hanya pasrah. Matanya memandang langit malam dengan tatapan yang kosong. Langit malam itu sedang bertabur banyak bintang. Baguslah, setidaknya langit malam itu bisa menjadi hiburan untuk melupakan sejenak beban fisiknya yang ia tanggung.

 Setelah beberapa saat, tiba-tiba kepalanya terasa lebih ringan. Sakit di dadanya dan perih di perutnya juga berangsur-angsur hilang. Anak itu takjub, mungkin saja ini keajaiban dari bintang-bintang yang ada di langit. Kemudian, kelopak matanya menjadi semakin berat, namun tubuhnya terasa sangat rileks. Belum pernah ia merasa senyaman seperti ini, seingatnya.

Dari kejauhan, ia mendengar ada suara yang memanggilnya. Suaranya itu terdengar jauh namun terasa dekat. Setiap kata yang terdengar olehnya terasa begitu sejuk seperti air jernih yang mengalir dari mata airnya.

"Hey anak kecil..bukalah matamu"

Suara itu dirasakan bagaikan bimbingan dan bujukan untuknya. Matanya yang masih terpejam ia coba buka perlahan-lahan. Ia sedikit takjub, sebab matanya dapat terbuka tanpa seberat yang biasa ia rasakan sebelumnya. Dia tidak berada di tempat biasanya. Dia berpikir, apakah ini hanya mimpi? Sambil melebarkan matanya, ia berusaha keras untuk mengenali tempat apa itu.

Sekarang ia sedang berada di hamparan tanah luas. Tanah tersebut ditumbuhi oleh bunga berwarna-warni yang sangat harumnya. Setiap bunga yang berbeda warna memiliki aroma yang berbeda pula. Setiap aroma itu dapat tercium oleh arah angin yang bertiup bergantian. Udara di tempat misterius itu juga begitu jernih. Hanya ada udara yang sejuk, bersih, dan ditambah dengan harumnya wangi bunga yang dibawa oleh angin. Kupu-kupu yang cantik juga beterbangan di atas bunga-bunga.

Tempat yang begitu indah, pikirnya. Namun anak itu masih merasa heran, mengapa tiba-tiba ia bisa berada di tempat ini. Tiba-tiba, terdengar suara yang dikenalinya tadi dari arah belakang. Suara yang begitu jernih dan terdengar seperti aliran air.

"Lihatlah ke belakang"

Anak itu termangu dan matanya terbuka semakin lebar. Di hadapannya, berdiri sosok wanita cantik berambut panjang, wajahnya tersenyum dan tampak bersinar terang. Ia begitu kagum dan memandanginya dari atas ke bawah. Rambutnya berwarna campuran coklat dan emas, seperti melihat kilauan hamparan ilalang di atas tanah yang subur.

Wanita itu mengenakan gaun terusan berwarna krem muda. Ujung gaun tersebut tampak seperti menyatu dengan tanah di tempatnya berpijak. Sosoknya terlihat menyerupai manusia, namun dia tahu wanita ini bukanlah manusia. Seperti mampu membaca keheranan anak itu, wanita tersebut kembali berbicara.

"Selamat datang" wanita itu tersenyum.

 Anak itu sudah hampir lupa bagaimana rasanya berbicara dengan orang lain. Tetapi kali ini, di tempat ini, ia merasa berani untuk berbicara dengan sosok wanita tersebut.

"Saya ada dimana sekarang?"

Wanita itu kembali tersenyum lembut. Dia mendekati anak itu perlahan dan duduk bersimpuh, anak itu agak sedikit menjauh. Matanya melihat wanita itu  dengan ragu, namun juga takjub pada saat bersamaan. "Tenang saja, kawan kecilku. Saat ini anggap saja kamu berada di tempat peristirahatan sementara".

"Peristirahatan sementara? Apa maksudnya? Seingatku, aku sedang tertidur sebelum bangun di tempat ini" Anak itu semakin terheran-heran.

"Tak perlu merasa heran, kawan kecilku. Saat ini kau aman. Kau bisa lepaskan sejenak beban hidupmu selama ini".

Anak itu tidak menjawab, dia hanya menunduk sedih teringat semua penderitaan selama hidupnya di ujung jalan itu. Air matanya tiba-tiba mengalir dengan deras, dia tidak mampu berkata-kata lagi.

"Tidak apa-apa jika kau mau menangis. Menangislah sepuasmu"

Setelah tangisannya reda, anak itu kembali bicara. Sepertinya dia mulai memahami satu hal.

"Bolehkah aku bertanya?"

Wanita itu mengangguk dan memandangnya tenang.

"Apa aku sudah mati? Apakah penderitaanku berakhir? Apakah aku tidak akan merasa kesakitan lagi?"

Wanita itu terdiam sejenak sebelum menjawab.

"Sebelum aku menjawab, aku ingin balik bertanya. Apakah ini benar-benar yang kau inginkan? Untuk meninggalkan kehidupanmu?"

"Hmm tidak juga. Selama hidup, aku ingin menjadi anak yang normal, hidup dengan orangtuanya, pergi ke sekolah, dan bisa bermain sambil berlari dengan anak lainnya".

"Kau sebenarnya punya harapan. Lalu apa yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu sendiri, kawan kecilku?"

"Aku putus asa. Tidak ada perubahan yang terjadi hari demi hari. Bahkan, aku tahu kalau ada beberapa orang yang mengharapkan aku mati supaya tidak mengganggu pemandangan di jalan. Jadi kalau aku bisa mati saat ini juga, kenapa aku tidak mati saja? Setidaknya tidak ada yang merindukanku ketika aku mati"

Wanita itu membelai rambut anak itu perlahan. Sentuhan tangannya terasa seperti hembusan angin sejuk yang mengenai rambutnya.

"Hatimu sungguh baik, kawan kecilku. Baiklah. Waktumu di sini sekarang sudah hampir habis, kalau begitu".

Anak itu sedikit terkejut mendengarnya.

"Benarkah? Kenapa bisa begitu? Padahal aku belum lama menikmati keindahan tempat ini. Sayang sekali". Wajah anak itu sedikit muram.

"Tempat ini bukan untuk ditinggali selamanya, kawan kecilku".

"Lalu aku harus kemana? Kembali duduk di ujung jalan itu? Mengais-ngais sisa sampah untuk makan? Menahan dingin sepanjang malam?" jawab anak itu dengan suara yang berat dan air mata yang berlinang.

"Kawan kecilku, kadang ada kalanya kita berada di dalam kehidupan yang penuh dengan penderitaan. Namun kehidupan merupakan proses yang sangat panjang. Bahkan ketika kita meninggal pun, kita juga memasuki kehidupan di versi selanjutnya".

Raut wajah anak itu dipenuhi dengan keheranan, "Maksudnya? Aku tidak mengerti".

"Tentu saja saat ini kau memang belum mengerti, namun suatu saat kau pasti mengerti". Wanita itu segera bangkit berdiri. Sosoknya yang tinggi terlihat begitu bersinar dan berkarisma di hadapan anak itu. "Apa kau sudah siap?".

"Siap untuk apa? Aku masih tidak mengerti".

Wanita tersebut membuka telapak tangannya. Kuku-kuku jarinya terlihat seperti kristal yang berkilauan. "Untuk pergi dari sini, dan melanjutkan hidupmu".

"Tapi aku betah berada di sini. Aku tidak mau kembali. Aku sendirian di sana. Nanti aku kembali men....". Belum sempat anak itu menyelesaikan kalimatnya, wanita itu segera meniupkan sesuatu dari telapak tangannya. Bentuknya seperti kumpulan kelopak-kelopak bunga berwana kuning. Ketika ditiupkan ke arahnya, sontak anak itu langsung merasa seperti terhipnotis oleh aromanya yang begitu wangi. Dia hanya bisa terpana dan tidak bergeming selama wanita tersebut meniupkan kelopak bunga ke arahnya. Lama kelamaan, anak itu merasa mengantuk. Matanya menjadi semakin berat, semakin berat, dan menutup.

*****************

Tiba-tiba anak itu merasakan kepala dan seluruh badannya terhimpit oleh sesuatu, mendesakkan tubuhnya untuk keluar. Matanya tidak bisa terbuka, ia hanya merasakan bahwa tubuhnya dipaksa keluar dan sekarang berada di tempat yang berbeda. Tempatnya lebih terang, namun matanya tetap belum bisa terbuka. Suhunya juga cukup dingin. Ia juga merasakan bahwa tubuhnya terasa berpindah-pindah dari tangan yang satu ke tangan lainnya.

Tidak lama lagi, ia merasakan ada tangan-tangan yang menutupi tubuhnya dengan sesuatu. Kemudian tubuhnya diusap-usap dengan perlahan, dan ditutupi lagi. Kali ini ia merasa jauh lebih hangat. Kemudian ia merasa tubuhnya diangkat dan dipindah-pindahkan ke tangan lainnya lagi.

Tangan yang satu ini mendekapnya dengan hangat, membuat dirinya merasa sangat nyaman. Ia merasa benar-benar aman dan nyaman dalam dekapan tangan tersebut. Samar-samar, ia mendengar seperti suara isak tangis, namun ia tahu kalau itu adalah tangisan bahagia, bukan tangisan kesedihan yang biasa ia lakukan sebelumnya.

Kemudian, ia merasakan ada orang lain yang mendekat ke arahnya dan mencium kepalanya perlahan. Lalu orang tersebut berkata sesuatu. Suaranya agak samar, namun masih bisa terdengar jelas.

"Istriku, aku senang sekali dikaruniai anak setampan ini"

Ia merasakan wajahnya tersemyum. Kini terlahir kembali. Ia tetap  bisa melanjutkan hidupnya dengan awal cerita yang lebih bahagia dibanding dengan kehidupan sebelumnya.

******************

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun