Aku tidak berani menatap wajah mama setelah kejadian itu, aku yakin mama belum menyadari jika uangnya hilang. Karena aku sangat tahu jika mama mengetahui perbuatanku, sudah pasti aku harus siap dipukuli, diteriaki, atau bahkan aku tidak diperbolehkan sekolah. Untuk berjaga-jaga aku sudah mengantisipasi  jika mama sampai mengusir aku, akan melarikan diri ke rumah tante yang tak jauh dari rumah.
Disekolah saat semua semangat berlatih untuk lomba yang semakin dekat, berbalik terbalik dengan diriku yang semakin tak bergairah. Seringkali aku melakukan kesalahan selama latihan. Sampai akhirnya guru tari merasa ada yang tak beres dengan diriku dan mendekati diriku.
Maaf bu saya tidak bisa mengikuti lomba ini.
Hanya itu yang sanggup aku katakan saat itu, karena setelah itu saya hanya menangis membayangkan wajah mama yang harus setiap harinya harus membongkar ban demi ban untuk mendobrak hidup kami dari keterpurukan. Dibiarkan wajahnya pekat oleh debu dan kotoran oli demi cerahnya masa depan anaknya, ditinggalkannya sisi lembutnya agar tak ada yang menganggap dia lemah dan anaknya tak kehilangan sosok ayah.
--------------------
Saat pulang sekolah akhirnya adikku menceritakan bahwa mama sudah mengetahui apa yang sudah aku lakukan. Perasaan takut sekaligus pasrah mulai menghantui diriku. Dirumah aku tidak bertemu dengan mama, tidak lagi kuantarkan makan siangnya, kuhabiskan hari-hariku dirumah. Hingga malam aku ingin tidur tak kulihat kehadiran mama, tak biasanya mama belum pulang dari bengkel. Akhirnya kutuliskan permohonan maaf dalam kertas,
Mama, maafin berta
Berta ambil uang mama. Berta udah gak prihatin sama mama.
Berta janji akan nurut sama mama.
Berta gak mau kehilangan mama lagi.
Aku sayang sama mama.