Malang, 7 Oktober 2024 - Pada mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis pada pertemuan ke 6, dilakukan sebuah forum diskusi yang dipimpin oleh kelompok 1, beranggotakan Sabilla Maulidha, Umita Nisviya, dan Triajeng Nuril Mukarromah, sebagai pemateri dengan melakukan presentasi. Kegiatan ini dilakukan di gedung D11 ruang 106 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Malang. Tujuan dari dilakukannya kegiatan ini adalah untuk mengkaji bersama materi terkait Hukum Perlindungan Konsumen.Â
Kegiatan dimulai dengan pemaparan materi presentasi oleh kelompok 1 yang didampingi Bu Emma Yunika Puspasari, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis. Presentasi yang dilakukan oleh kelompok 1 membahas materi tentang hukum perlindungan konsumen, meliputi pengertian, pembentukan undang-undang, aspek hukum UUPK, serta membahas implikasi hukum perlindungan konsumen di Indonesia.Â
Setelah pemaparan materi oleh kelompok 1 terkait hukum perlindungan konsumen, berikutnya dibuka sesi tanya jawab dari peserta kelompok lain dan dilakukan diskusi bersama, sehingga dapat tercipta suasana interaktif serta memperkaya pemahaman bagi seluruh peserta yang hadir, termasuk bagi pemateri. Terdapat 3 pertanyaan yang telah diajukan oleh peserta kelompok lain.
Pertanyaan pertama disampaikan oleh Rifaldy Adinandra dari kelompok 2, terkait Undang-Undang Perdata yaitu larangan untuk pelaku usaha dalam menjual produk yang dapat merugikan konsumen, dalam artian barang berbahaya tidak dapat dijual oleh produsen. Namun, disisi lain kenapa rokok bebas diperjual belikan? bagaimana tanggung jawab pemilik usaha pada konsumen?. Dalam menanggapi pertanyaan ini, menurut kelompok kami terdapat beberapa alasan. Alasan pertama yaitu di Indonesia rokok tidak sepenuhnya diperjual belikan secara bebas, melainkan diatur melalui undang-undang dan regulasi tertentu. Misalnya, ada batasan usia untuk pembeli, aturan pelarangan iklan di beberapa media, dan larangan merokok di tempat-tempat umum. Alasan berikutnya yaitu industri tembakau yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara melalui cukai rokok. Banyak negara, termasuk Indonesia, mengandalkan pajak dari rokok untuk anggaran pemerintah. Industri ini juga menciptakan lapangan kerja bagi jutaan orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga pengecer, sehingga apabila terdapat larangan dalam menjual rokok, maka hal tersebut dapat menghambat banyak hal dan memberikan dampak yang cukup besar, terutama dalam perekonomian di Indonesia.Â
Terkait tanggung jawab, pengusaha rokok telah melakukan beberapa hal, mulai dari peringatan kesehatan pada kemasan. Di Indonesia mengharuskan pelaku usaha (produsen rokok) untuk mencantumkan peringatan kesehatan yang jelas dan mencolok pada kemasan rokok. Ini termasuk gambar-gambar yang menunjukkan dampak buruk dari merokok terhadap kesehatan. Kemudian juga pemerintah mengatur pembatasan iklan dan promosi rokok untuk melindungi konsumen, terutama remaja, dari terpengaruh oleh iklan produk tembakau. Penjualan rokok sering kali dibatasi oleh regulasi, misalnya penjualan hanya boleh dilakukan kepada orang dewasa (minimal 18 tahun di banyak negara, termasuk di Indonesia). Selain berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemilik usaha rokok, kurangnya kesadaran dari masyarakat di Indonesia ini juga masih perlu ditingkatkan. Salah satunya dengan adanya peraturan pembatasan umur, seringkali masyarakat Indonesia sendiri menganggap remeh hal tersebut. Banyak ditemukan anak dibawah umur yang ikut mengkonsumsi rokok. Selain itu juga budaya turun temurun di masyarakat Indonesia, seperti mulai dari kakek - ayah - hingga anaknya yang ikut mengkonsumsi rokok. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat juga masih kurang peduli dengan kondisi kesehatan masing-masing.
Pertanyaan kedua disampaikan oleh Septa Fadidaffa H. dari kelompok 8, pertanyaan yang disampaikan adalah klausula baku banyak merugikan konsumen, kenapa pada UUPK tidak dihapus saja?. Dalam menanggapi pertanyaan ini, menurut kelompok kami walaupun sering dianggap memberatkan konsumen. Klausula baku tidak perlu dihapus karena hal ini sudah diatur dalam UUPK No. 8 Tahun 1999 yang menyebutkan agar klausula baku tidak boleh memuat ketentuan yang merugikan konsumen secara sepihak. Sehingga dengan pengawasan yang tepat, klausula baku tidak perlu dihapus karena memiliki fungsi yang penting dalam bisnis dan transaksi komersial.
Pertanyaan ketiga disampaikan oleh Rika Agustin dari kelompok 2, terkait belanja di e-commerce, yang kebanyakan foto produk tidak sesuai dengan barang yang dijual. Selain itu juga terdapat beberapa oknum yang menggunakan foto produk dari toko lain. Bagaimana tanggapan kelompok 1? Bagaimana regulasi pemerintah terkait platform online?. Pertanyaan yang dilontarkan oleh saudari Rika erat kaitannya dengan pelanggaran terkait hak cipta yang lebih lanjut didiskusikan bersama di forum kelas. Adapun tanggapan kelompok 1 dari pertanyaan terkait adalah yang pertama, pemateri menjelaskan bahwa saat berbelanja di e - commerce misalnya dengan pengguna  e - commerce terbesar saat ini misalnya (Shopee) di Indonesia, terdapat regulasi tertentu bagi para produsen sebelum mengupload produk ke dalam platform. Berikut adalah beberapa hal yang harus diisi oleh penjual sebelum upload produknya.Â
Terlihat di antara persyaratan tersebut, tidak ada pertanyaan yang mengarah pada keoriginalitasan sebuah gambar yang diupload. Persyaratan bebas terkait gambar ini dinilai masih belum bisa memfilter beberapa oknum penjual yang memiliki sifat tidak jujur terhadap barang yang akan dijual. Hal sesepele seperti gambar produk yang tidak dimiliki secara pribadi oleh penjual sebenarnya merupakan kewajiban penuh penjual. Padahal, untuk setiap gambar yang diupload pada internet, sudah sepatutnya memiliki hak cipta, walaupun hanya untuk mempromosikan saja. Adapun beberapa gambar yang tergolong hak cipta, sebagai berikut.Â