Malang, 7 Oktober 2024 - Pada mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis pada pertemuan ke 6, dilakukan sebuah forum diskusi yang dipimpin oleh kelompok 1, beranggotakan Sabilla Maulidha, Umita Nisviya, dan Triajeng Nuril Mukarromah, sebagai pemateri dengan melakukan presentasi. Kegiatan ini dilakukan di gedung D11 ruang 106 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Malang. Tujuan dari dilakukannya kegiatan ini adalah untuk mengkaji bersama materi terkait Hukum Perlindungan Konsumen.
Kegiatan dimulai dengan pemaparan materi presentasi oleh kelompok 1 yang didampingi Bu Emma Yunika Puspasari, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis. Presentasi yang dilakukan oleh kelompok 1 membahas materi tentang hukum perlindungan konsumen, meliputi pengertian, pembentukan undang-undang, aspek hukum UUPK, serta membahas implikasi hukum perlindungan konsumen di Indonesia.
Perlindungan konsumen merupakan upaya terorganisir yang didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab untuk meningkatkan hak-hak konsumen. Sedangkan menurut UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Pengertian dari Perlindungan konsumen adalah ”segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap hak-haknya sebagai konsumen.” Tujuan dari perlindungan konsumen ini ada 3 yakni memberdayakan konsumen untuk memilih, menentukan barang/jasa, dan menuntut hak-haknya, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi, serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.
Adapun tanggung jawab negara dalam melindungi konsumen yakni yang tertuang pada pasal 29 UUPK yang berisi negara bertanggungjawab atas pembinaan perlindungan konsumen dan pelaku usahadan pasal 20 UUPK yang berisi Negara, bersama masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah pihak - pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan.
Setelah pemaparan materi dasar dari hukum perlindungan konsumen oleh kelompok 1 , berikutnya adalah pembahasan studi kasus. Studi kasus membahas tentang salah satu toko di bali bernama Stridewear.id yang berjualan di e - commerce Indonesia. Suatu ketika, mereka mengalami hal yang tidak diinginkan dalam berjualan di E-Commerce, salah satunya barang yang dijual ternyata tidak asli (fake). Hal ini dikarenakan Stridewear.Id juga membeli barang di tempat lain yang menjual lebih murah dikarenakan barang yang baru keluar masih banyak beredar dipasaran sehingga harganya murah dan terjangkau. Ternyata barang yang dibeli di tempat lain itu yang untuk dijual lagi ternyata tidak asli dan barang itu terlewat dari pengecekan orisinalitas di toko Stridewear.Id, barang itupun lalu ada pembeli yang membeli melalui E-Commerce dan setelah barang sampai di pembeli ternyata pembeli menyadari barang itu tidak asli. Lalu pihak Stridewear.Id melakukan refund uang dan pembeli wajib mengembalikan barang itu juga kepada pihak Stridewear.Id.
Dari studi kasus itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah pelaku usaha harus bertanggung jawab seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi jika konsumen dirugikan.
Setelah pemaparan studi kasus dibuka sesi tanya jawab dari peserta kelompok lain dan dilakukan diskusi bersama, sehingga dapat tercipta suasana interaktif serta memperkaya pemahaman bagi seluruh peserta yang hadir, termasuk bagi pemateri. Terdapat 3 pertanyaan yang telah diajukan oleh peserta kelompok lain.
Pertanyaan pertama, disampaikan oleh Rifaldy Adinandra dari kelompok 2, terkait Undang-Undang Perdata yaitu larangan untuk pelaku usaha dalam menjual produk yang dapat merugikan konsumen, dalam artian barang berbahaya tidak dapat dijual oleh produsen. Namun, disisi lain kenapa rokok bebas diperjual belikan? bagaimana tanggung jawab pemilik usaha pada konsumen?. Dalam menanggapi pertanyaan ini, menurut kelompok kami terdapat beberapa alasan. Alasan pertama yaitu di Indonesia rokok tidak sepenuhnya diperjual belikan secara bebas, melainkan diatur melalui undang-undang dan regulasi tertentu. Misalnya, ada batasan usia untuk pembeli, aturan pelarangan iklan di beberapa media, dan larangan merokok di tempat-tempat umum. Alasan berikutnya yaitu industri tembakau yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara melalui cukai rokok. Banyak negara, termasuk Indonesia, mengandalkan pajak dari rokok untuk anggaran pemerintah. Industri ini juga menciptakan lapangan kerja bagi jutaan orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga pengecer, sehingga apabila terdapat larangan dalam menjual rokok, maka hal tersebut dapat menghambat banyak hal dan memberikan dampak yang cukup besar, terutama dalam perekonomian di Indonesia.
Terkait tanggung jawab, pengusaha rokok telah melakukan beberapa hal, mulai dari peringatan kesehatan pada kemasan. Di Indonesia mengharuskan pelaku usaha (produsen rokok) untuk mencantumkan peringatan kesehatan yang jelas dan mencolok pada kemasan rokok. Ini termasuk gambar-gambar yang menunjukkan dampak buruk dari merokok terhadap kesehatan. Kemudian juga pemerintah mengatur pembatasan iklan dan promosi rokok untuk melindungi konsumen, terutama remaja, dari terpengaruh oleh iklan produk tembakau. Penjualan rokok sering kali dibatasi oleh regulasi, misalnya penjualan hanya boleh dilakukan kepada orang dewasa (minimal 18 tahun di banyak negara, termasuk di Indonesia). Selain berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemilik usaha rokok, kurangnya kesadaran dari masyarakat di Indonesia ini juga masih perlu ditingkatkan. Salah satunya dengan adanya peraturan pembatasan umur, seringkali masyarakat Indonesia sendiri menganggap remeh hal tersebut. Banyak ditemukan anak dibawah umur yang ikut mengkonsumsi rokok. Selain itu juga budaya turun temurun di masyarakat Indonesia, seperti mulai dari kakek - ayah - hingga anaknya yang ikut mengkonsumsi rokok. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat juga masih kurang peduli dengan kondisi kesehatan masing-masing.