Mohon tunggu...
Triajeng Nuril Mukarromah
Triajeng Nuril Mukarromah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengkaji Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis: Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia

16 Desember 2024   09:46 Diperbarui: 16 Desember 2024   15:04 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Power Point Materi (Sumber: Pribadi)

Malang, 7 Oktober 2024 - Pada mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis pada pertemuan ke 6, dilakukan sebuah forum diskusi yang dipimpin oleh kelompok 1, beranggotakan Sabilla Maulidha, Umita Nisviya, dan Triajeng Nuril Mukarromah, sebagai pemateri dengan melakukan presentasi. Kegiatan ini dilakukan di gedung D11 ruang 106 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Malang. Tujuan dari dilakukannya kegiatan ini adalah untuk mengkaji bersama materi terkait Hukum Perlindungan Konsumen

Kegiatan dimulai dengan pemaparan materi presentasi oleh kelompok 1 yang didampingi Bu Emma Yunika Puspasari, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis. Presentasi yang dilakukan oleh kelompok 1 membahas materi tentang hukum perlindungan konsumen, meliputi pengertian, pembentukan undang-undang, aspek hukum UUPK, serta membahas implikasi hukum perlindungan konsumen di Indonesia. 

Perlindungan konsumen merupakan upaya terorganisir yang didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab untuk meningkatkan hak-hak konsumen. Sedangkan menurut UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Pengertian dari Perlindungan konsumen adalah ”segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap hak-haknya sebagai konsumen.” Tujuan dari perlindungan konsumen ini ada 3 yakni memberdayakan konsumen untuk memilih, menentukan barang/jasa, dan menuntut hak-haknya, menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi, serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab. 

Adapun tanggung jawab negara dalam melindungi konsumen yakni yang tertuang pada pasal 29 UUPK yang berisi negara bertanggungjawab atas pembinaan perlindungan konsumen dan pelaku usahadan pasal 20 UUPK yang berisi Negara, bersama masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah pihak - pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan.

Setelah pemaparan materi dasar dari hukum perlindungan konsumen oleh kelompok 1 , berikutnya adalah pembahasan studi kasus. Studi kasus membahas tentang salah satu toko di bali bernama Stridewear.id yang berjualan di e - commerce Indonesia. Suatu ketika, mereka mengalami  hal yang tidak diinginkan dalam berjualan di E-Commerce, salah satunya barang yang dijual ternyata tidak asli (fake). Hal ini dikarenakan Stridewear.Id juga membeli barang di tempat lain yang menjual lebih murah dikarenakan barang yang baru keluar masih banyak beredar dipasaran sehingga harganya murah dan terjangkau. Ternyata barang yang dibeli di tempat lain itu yang untuk dijual lagi ternyata tidak asli dan barang itu terlewat dari pengecekan orisinalitas di toko Stridewear.Id, barang itupun lalu ada pembeli yang membeli melalui E-Commerce dan setelah barang sampai di pembeli ternyata pembeli menyadari barang itu tidak asli. Lalu pihak Stridewear.Id melakukan refund uang dan pembeli wajib mengembalikan barang itu juga kepada pihak Stridewear.Id.

Dari studi kasus itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah pelaku usaha harus bertanggung jawab  seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi jika konsumen dirugikan. 

Setelah pemaparan studi kasus dibuka sesi tanya jawab dari peserta kelompok lain dan dilakukan diskusi bersama, sehingga dapat tercipta suasana interaktif serta memperkaya pemahaman bagi seluruh peserta yang hadir, termasuk bagi pemateri. Terdapat 3 pertanyaan yang telah diajukan oleh peserta kelompok lain.

Pertanyaan pertama, disampaikan oleh Rifaldy Adinandra dari kelompok 2, terkait Undang-Undang Perdata yaitu larangan untuk pelaku usaha dalam menjual produk yang dapat merugikan konsumen, dalam artian barang berbahaya tidak dapat dijual oleh produsen. Namun, disisi lain kenapa rokok bebas diperjual belikan? bagaimana tanggung jawab pemilik usaha pada konsumen?. Dalam menanggapi pertanyaan ini, menurut kelompok kami terdapat beberapa alasan. Alasan pertama yaitu di Indonesia rokok tidak sepenuhnya diperjual belikan secara bebas, melainkan diatur melalui undang-undang dan regulasi tertentu. Misalnya, ada batasan usia untuk pembeli, aturan pelarangan iklan di beberapa media, dan larangan merokok di tempat-tempat umum. Alasan berikutnya yaitu industri tembakau yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara melalui cukai rokok. Banyak negara, termasuk Indonesia, mengandalkan pajak dari rokok untuk anggaran pemerintah. Industri ini juga menciptakan lapangan kerja bagi jutaan orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga pengecer, sehingga apabila terdapat larangan dalam menjual rokok, maka hal tersebut dapat menghambat banyak hal dan memberikan dampak yang cukup besar, terutama dalam perekonomian di Indonesia.

 Peringatan pada bungkus rokok (Sumber: detikHealth)
 Peringatan pada bungkus rokok (Sumber: detikHealth)

Terkait tanggung jawab, pengusaha rokok telah melakukan beberapa hal, mulai dari peringatan kesehatan pada kemasan. Di Indonesia mengharuskan pelaku usaha (produsen rokok) untuk mencantumkan peringatan kesehatan yang jelas dan mencolok pada kemasan rokok. Ini termasuk gambar-gambar yang menunjukkan dampak buruk dari merokok terhadap kesehatan. Kemudian juga pemerintah mengatur pembatasan iklan dan promosi rokok untuk melindungi konsumen, terutama remaja, dari terpengaruh oleh iklan produk tembakau. Penjualan rokok sering kali dibatasi oleh regulasi, misalnya penjualan hanya boleh dilakukan kepada orang dewasa (minimal 18 tahun di banyak negara, termasuk di Indonesia). Selain berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemilik usaha rokok, kurangnya kesadaran dari masyarakat di Indonesia ini juga masih perlu ditingkatkan. Salah satunya dengan adanya peraturan pembatasan umur, seringkali masyarakat Indonesia sendiri menganggap remeh hal tersebut. Banyak ditemukan anak dibawah umur yang ikut mengkonsumsi rokok. Selain itu juga budaya turun temurun di masyarakat Indonesia, seperti mulai dari kakek - ayah - hingga anaknya yang ikut mengkonsumsi rokok. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat juga masih kurang peduli dengan kondisi kesehatan masing-masing.

Pertanyaan kedua disampaikan oleh Septa Fadidaffa H. dari kelompok 8, pertanyaan yang disampaikan adalah klausula baku banyak merugikan konsumen, kenapa pada UUPK tidak dihapus saja?. Dalam menanggapi pertanyaan ini, menurut kelompok kami walaupun sering dianggap memberatkan konsumen. Klausula baku tidak perlu dihapus karena hal ini sudah diatur dalam UUPK No. 8 Tahun 1999 yang menyebutkan agar klausula baku tidak boleh memuat ketentuan yang merugikan konsumen secara sepihak. Sehingga dengan pengawasan yang tepat, klausula baku tidak perlu dihapus karena memiliki fungsi yang penting dalam bisnis dan transaksi komersial.

Pertanyaan ketiga disampaikan oleh Rika Agustin dari kelompok 2, terkait belanja di e-commerce, yang kebanyakan foto produk tidak sesuai dengan barang yang dijual. Selain itu juga terdapat beberapa oknum yang menggunakan foto produk dari toko lain. Bagaimana tanggapan kelompok 1? Bagaimana regulasi pemerintah terkait platform online?. Pertanyaan yang dilontarkan oleh saudari Rika erat kaitannya dengan pelanggaran terkait hak cipta yang lebih lanjut didiskusikan bersama di forum kelas. Adapun tanggapan kelompok 1 dari pertanyaan terkait adalah yang pertama, pemateri menjelaskan bahwa saat berbelanja di e - commerce misalnya dengan pengguna  e - commerce terbesar saat ini misalnya (Shopee) di Indonesia, terdapat regulasi tertentu bagi para produsen sebelum mengupload produk ke dalam platform. Berikut adalah beberapa hal yang harus diisi oleh penjual sebelum upload produknya. 

Lampiran Persyaratan Upload Produk Penjual di Aplikasi Shopee  (Sumber: Shopee)
Lampiran Persyaratan Upload Produk Penjual di Aplikasi Shopee  (Sumber: Shopee)

Terlihat di antara persyaratan tersebut, tidak ada pertanyaan yang mengarah pada keoriginalitasan sebuah gambar yang diupload. Persyaratan bebas terkait gambar ini dinilai masih belum bisa memfilter beberapa oknum penjual yang memiliki sifat tidak jujur terhadap barang yang akan dijual. Hal sesepele seperti gambar produk yang tidak dimiliki secara pribadi oleh penjual sebenarnya merupakan kewajiban penuh penjual. Padahal, untuk setiap gambar yang diupload pada internet, sudah sepatutnya memiliki hak cipta, walaupun hanya untuk mempromosikan saja. Adapun beberapa gambar yang tergolong hak cipta, sebagai berikut. 

  1. Gambar yang Dibuat Sendiri 

  2. Gambar yang Diambil dari Internet atau Pihak Lain (kecuali Gambar berlisensi bebas (misalnya dari situs seperti Unsplash, Pexels, atau Pixabay) dan Pengguna mendapatkan izin eksplisit dari pemilik hak cipta

Jika gambar yang digunakan untuk promosi melanggar hak cipta, pemilik asli gambar dapat:

  1. Melakukan laporan pelanggaran kepada Shopee berdasarkan kebijakan platform.

  2. Mengajukan gugatan secara hukum sesuai Pasal 95 UU Hak Cipta 2014. Pemilik hak cipta berhak atas kompensasi atau penghapusan gambar tersebut.

Hal tersebutlah yang menjadi cikal bakal masalah dari produk yang tidak sesuai ekspektasi pembeli dan pada akhirnya kedua belah pihak akan mengalami kerugian. Penjual mendapatkan rating rendah dari konsumen dan konsumen mendapat barang yang tidak diharapkannya. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUHK), konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa. Hal ini diatur dalam Pasal 4 huruf c, yang menyatakan bahwa  konsumen berhak atas informasi yang benar terkait produk yang ditawarkan. Selain itu, dalam Pasal 7 huruf a dan c, pelaku usaha diwajibkan untuk beritikad baik dalam menawarkan produk atau jasa dan memberikan informasi yang benar, jelas, serta jujur mengenai barang atau jasa yang diperdagangkan. Menggunakan gambar yang tidak sesuai dengan barang yang dijual dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kewajiban ini. Jika terjadi pelanggaran seperti penggunaan gambar yang tidak sesuai atau produk yang tidak sesuai deskripsi, konsumen memiliki hak untuk:

  1. Mengajukan pengaduan melalui mekanisme yang disediakan oleh platform e-commerce.

  2. Melaporkan pelanggaran ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau melalui jalur hukum sesuai Pasal 45 UUHK.

Platform e-commerce seperti Shopee juga memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa antara penjual dan pembeli. Namun, regulasi pemerintah terkait pengawasan platform online masih perlu diperkuat untuk mengurangi praktik-praktik tidak jujur dari oknum penjual. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan transparansi adalah dengan menerapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. 

Setelah sesi tanya jawab selesai, moderator menutup diskusi dengan mempersilahkan  Ibu Emma selaku dosen pengampu matkul untuk memberikan sedikit penjelasan dan saran. Terakhir, perolehan kesimpulan dari diskusi dibacakan oleh moderator sebagai penutup. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun