Di Balik Kopi Arabika Java Ijen Raung dan Republik Kopi
Tidak terkecuali dengan Bondowoso, salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Bondowoso yang terdiri dari 23 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 209 Desa dulu lebih dikenal dengan produk tape. Namun kini telah bertransformasi menjadi Republik Kopi. Beberapa tahun belakangan, kafe-kafe kopi mulai bermunculan disebabkan kopi Bondowoso mulai dikenal masyarakat Indonesia dan Internasional.Â
Tidak hanya penduduk lokal, mancanegara pun datang untuk sekedar "ngopi" dan wisata kopi. Bondowoso memiliki agrowisata perkebunan kopi Arabika, yaitu agrowisata Kalisat, Jampit dan agrowisata Blawan. Padahal dahulu kopi Bondowoso, nyariiisss... tak terdengar.
Di masa lalu, Belanda ternyata memiliki peran penting dalam penyebaran kopi di Indonesia. Belanda yang memperkenalkan pertama kali tanaman kopi jenis arabika (coffea arabika L) di pulau Jawa tahun 1699. (Sumber : Syukri Muhammad Syukri, Gramedia : 2016).
Di pulau Jawa tepatnya Bondowoso, terdapat ladang kopi di kawasan lereng kaki gunung Ijen dan Raung. Sayangnya, kopi Bondowoso kurang diminati, sebab kualitasnya rendah. Penjualannya hanya di Bondowoso. Petani mengalami kesulitan dalam penjualan sehingga seringkali menjualnya ke pengijon dengan harga yang sangat rendah. Inilah yang menyebabkan warga Bondowoso kurang berminat menjadi petani kopi. Petani belum memiliki Unit Pengolahan Hasil (UPH)/wadah kelompok tani di bawah koperasi. Koperasi yang ada belum memiliki aktivitas operasional. Petani kopi Bondowoso juga belum mendapat pembiayaan dari bank.
Kurangnya pengetahuan mengenai pemeliharaan dan budidaya tanaman kopi yang baik menyebabkan produktivitas tanaman rendah hanya mencapai 500kg (ose)/Ha/Tahun. Petani tidak memiki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pemetikan biji kopi. Saat panen, petani memetik seluruh biji tanpa membedakan biji yang layak dan belum layak panen (tidak ada pemilahan). Petani tidak memiliki perencanaan yang baik dalam proses pemanenan dan penanganan pasca panen masih dilakukan secara sederhana.
Hasil survei berupa Laporan Kajian Pembentuan Klaster Industri Kopi (berisi gambaran, tahapan, roadmap dalam rangka pengembangan klaster kopi Bondowoso) menyatakan Kopi Bondowoso memiliki potensi untuk diekspor. Sehingga direkomendasikan untuk Pembentukan Klaster Industri Kopi Bondowoso.
KPwBI Jember kemudian membentuk Klaster Industri Kopi Bondowoso tahun 2011 melalui MOU dengan Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Perum Perhutani KPH Bondowoso, PT Indocom, Bank Jatim, dan Asosiasi Petani Kopi Bondowoso. BI bersama 6 pihak lainnya berupaya meningkatkan kualitas kopi petani di Bondowoso.
Selama tahun 2011 hingga 2014, BI telah melakukan berbagai pembinaan dan pendampingan, bantuan teknis, dan peralatan kepada petani serta kelompok tani kopi di Desa Sumberwringin.Â