Sejak beralihnya tugas perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI kini sibuk mengurusi kopi, benarkah? Sungguh aneh sebuah Bank Sentral mengurusi kopi. Padahal di negara-negara lain, Bank Sentral itu ya mengurusi moneter dan/atau perbankan.Â
Mengapa BI tiba-tiba menyasar bidang lain seperti perkopian? Apakah BI sedang "gigit jari" dan "ngambek" karena tugas "emasnya" sudah tidak dikuasainya lagi? Ataukah BI berlagak trendy supaya dibilang gaul seperti anak muda kebanyakan yang suka beredar di cafe coffee? Atau...jangan-jangan BI sedang setress?!
Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo baru saja menerima penghargaan Global Market Award 2017 sebagai Governor of the Year Asia Pasifik Timur pada 14 Oktober 2017 di Washington DC, Amerika Serikat lho... Lantas bagaimana mungkin BI setress? Justru kredibilitas Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia semakin naik daun. BI sedang bergulat dengan transformasi dirinya. Dan transformasi yang terjadi, telah diapresiasi oleh masyarakat internasional.
Lalu soal BI mengurusi kopi hanya isapan jempol/berita hoaks ataukah sebuah kebenaran?
UMKM dan Bank Indonesia
Potensi besar UMKM terkendala pembiayaan hingga saat ini. Berdasarkan data BI, pemberian kredit perbankan kepada UMKM tahun 2016 sekitar 19,7%. Dimana usaha menengah mendominasi kredit UMKM sebesar 46,7% dan share kredit mikro sekitar 23,5%.
Permasalahan UMKM lainnya adalah kualitas SDM yang rendah, kurangnya pengetahuan dan teknologi yang cukup dalam mengelola usahanya, pemasaran produknya kurang menjangkau pasar yang lebih luas, kurangnya informasi bisnis, dan akses perbankan. BI yang concern terhadap UMKM telah melakukan berbagai upaya dengan menetapkan kebijakan/ketentuan perbankan agar meningkatkan pembiayaan kepada UMKM, fasilitas produk pembiayaan kepada sektor produktif, serta memfasilitasi perbankan dengan sektor riil (UMKM).
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6b5fba208c05fa12db812.png?t=o&v=770)
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6b622c252fa6b4f0371f2.png?t=o&v=770)
Dengan tujuan meningkatkan kelayakan keuangan dan akses UMKM kepada pembiayaan. Lebih jauh, BI mengembangkan/membangun sistem hulu ke hilir yang meliputi aspek budidaya, pengolahan, dan pemasaran sehingga produk memiliki nilai tambah lebih.
Dalam skala nasional, BI memfasilitasi pameran UMKM melalui Karya Kreatif Indonesia (KKI) sejak tahun 2016 (diselenggarakan setiap tahun). Sedangkan untuk tingkat internasional, BI telah mengikutsertakan kain tenun dan songket Jembrana dalam pameran kerajinan "Hand Made Korea Summer 2017" di Seoul, Korea Selatan serta kerajinan Sulam Karawo Gorontalo hingga ke panggung "New York Fashion Week 2017", di New York, Amerika Serikat. Bagaimana dengan kopi?
Di Balik Kopi Arabika Java Ijen Raung dan Republik Kopi
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6b67fa208c060961e4d22.png?t=o&v=770)
Tidak terkecuali dengan Bondowoso, salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Bondowoso yang terdiri dari 23 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 209 Desa dulu lebih dikenal dengan produk tape. Namun kini telah bertransformasi menjadi Republik Kopi. Beberapa tahun belakangan, kafe-kafe kopi mulai bermunculan disebabkan kopi Bondowoso mulai dikenal masyarakat Indonesia dan Internasional.Â
Tidak hanya penduduk lokal, mancanegara pun datang untuk sekedar "ngopi" dan wisata kopi. Bondowoso memiliki agrowisata perkebunan kopi Arabika, yaitu agrowisata Kalisat, Jampit dan agrowisata Blawan. Padahal dahulu kopi Bondowoso, nyariiisss... tak terdengar.
Di masa lalu, Belanda ternyata memiliki peran penting dalam penyebaran kopi di Indonesia. Belanda yang memperkenalkan pertama kali tanaman kopi jenis arabika (coffea arabika L) di pulau Jawa tahun 1699. (Sumber : Syukri Muhammad Syukri, Gramedia : 2016).
Di pulau Jawa tepatnya Bondowoso, terdapat ladang kopi di kawasan lereng kaki gunung Ijen dan Raung. Sayangnya, kopi Bondowoso kurang diminati, sebab kualitasnya rendah. Penjualannya hanya di Bondowoso. Petani mengalami kesulitan dalam penjualan sehingga seringkali menjualnya ke pengijon dengan harga yang sangat rendah. Inilah yang menyebabkan warga Bondowoso kurang berminat menjadi petani kopi. Petani belum memiliki Unit Pengolahan Hasil (UPH)/wadah kelompok tani di bawah koperasi. Koperasi yang ada belum memiliki aktivitas operasional. Petani kopi Bondowoso juga belum mendapat pembiayaan dari bank.
Kurangnya pengetahuan mengenai pemeliharaan dan budidaya tanaman kopi yang baik menyebabkan produktivitas tanaman rendah hanya mencapai 500kg (ose)/Ha/Tahun. Petani tidak memiki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pemetikan biji kopi. Saat panen, petani memetik seluruh biji tanpa membedakan biji yang layak dan belum layak panen (tidak ada pemilahan). Petani tidak memiliki perencanaan yang baik dalam proses pemanenan dan penanganan pasca panen masih dilakukan secara sederhana.
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6b6aa9818271fcb116f53.png?t=o&v=770)
Hasil survei berupa Laporan Kajian Pembentuan Klaster Industri Kopi (berisi gambaran, tahapan, roadmap dalam rangka pengembangan klaster kopi Bondowoso) menyatakan Kopi Bondowoso memiliki potensi untuk diekspor. Sehingga direkomendasikan untuk Pembentukan Klaster Industri Kopi Bondowoso.
KPwBI Jember kemudian membentuk Klaster Industri Kopi Bondowoso tahun 2011 melalui MOU dengan Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Perum Perhutani KPH Bondowoso, PT Indocom, Bank Jatim, dan Asosiasi Petani Kopi Bondowoso. BI bersama 6 pihak lainnya berupaya meningkatkan kualitas kopi petani di Bondowoso.
Selama tahun 2011 hingga 2014, BI telah melakukan berbagai pembinaan dan pendampingan, bantuan teknis, dan peralatan kepada petani serta kelompok tani kopi di Desa Sumberwringin.Â
Di antaranya melakukan studi banding kelompok tani dan petugas ke Kintamani Bali, pembentukan Unit Pengolahan Hasil (UPH), pembinaan pemberdayaan dan kelembagaan kelompok tani, reforestasi lahan hutan 20 Ha, pembiayaan pelatihan uji citarasa kopi, uji lab sifat tanah untuk sertifikat Indikasi Geografis (IG), pelatihan teknis peternakan, pelatihan manajemen koperasi, pelatihan manajemen keuangan, pelatihan strategi pengembangan bisnis dan pelatihan sinergi antar klaster KPwBI Jember. Selain itu BI juga memberikan bantuan berupa demplot bibit kopi, mesin pengolahan kopi Huller, pipanisasi (air) sepanjang 5,4 km, dan seperangkat komputer.
Pelan namun pasti, upaya-upaya yang dilakukan berbagai pihak memperlihatkan hasil yang signifikan. Tahun 2012, kopi Bondowoso dapat diekspor untuk pertama kalinya. Tahun 2013, kopi Bondowoso memperoleh sertifikat IG yang merupakan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Kopi Bondowoso kemudian dipatenkan dengan nama Kopi Arabika Java Ijen Raung.
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6b6e374bbb00aed064212.png?t=o&v=770)
Dengan terlibatnya PT Indocom sebagai buyer tetap, petani memiliki kepastian pasar dan pasar yang luas. Pemasarannya meliputi Banyuwangi, Jember, Lumajang, Surabaya, Bandung dan Jakarta. Serta telah dieskpor ke berbagai negara seperti Amerika, Jerman, Belgia, Korea, Jepang, Swiss dan Timur Tengah.
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6b70cc226f9751a431dc2.png?t=o&v=770)
Dengan semakin baiknya kualitas kopi, harga pun mengalami peningkatan. Saat ini harga Kopi Arabika Java Ijen Raung (berbagai merk) sekitar Rp35.000,00/kg -- Rp40.000,00/kg untuk HS kering (kopi gabah), sebesar Rp68.000,00/kg -- Rp80.000,00/kg untuk green bean (OC/kopi biji), dan kopi bubuk seharga Rp200.000,00/kg -- Rp300.000,00/kg. Masyarakat Bondowoso pun kini banyak yang berminat menjadi petani kopi.
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6bb75c226f979097ab314.png?t=o&v=770)
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6bb29981827290570e8c2.png?t=o&v=770)
![Dokumentasi KPWBI Jember](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/30/image-59f6bbc98dc3fa14f81ab413.png?t=o&v=770)
Dengan melihat potensi ekonomi di suatu daerah, BI berupaya mengembangkan dan menciptakan pusat-pusat ekonomi baru bagi masyarakat. Tidak hanya UMKM itu sendiri namun BI juga mengembangkannya dari hulu ke hilir sehingga tercipta suatu industri yang kuat, saling terkait, dan saling melengkapi. Pendapatan masyarakat setempat dan daerah meningkat, yang akhirnya meningkatkan pendapatan negara untuk perekonomian Indonesia.
Melalui Kopi Arabika Java Ijen Raung, membuktikan kinerja BI sangat diperlukan bagi suatu daerah dan juga Indonesia. Upaya BI serta berbagai pihak telah mentransformasi kopi Bondowoso menjadi produk ternama Kopi Arabika Java Ijen Raung dan mentransformasi Bondowoso menjadi Republik Kopi. Hadirnya BI memiliki makna tersendiri. Di balik kopi Arabika Java Ijen Raung dan Republik Kopi, ada Bank Indonesia yang berperan serta di dalamnya. Bank Indonesia hadir di setiap makna Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI