Mohon tunggu...
Accidental Traveler Yudhinia Venkanteswari
Accidental Traveler Yudhinia Venkanteswari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Call me Ririe. An accidental traveler, yet a zealous worker. Author of @JalanJalanHemat ke Eropa, globetrotter wannabe, ngaku backpacker tapi ga punya backpack, open water diver, it's just me anyway... Feel free to share my blog to others. :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mengenal Jepang via Nagoya

15 Januari 2016   12:29 Diperbarui: 21 Januari 2016   13:10 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nagoya, adalah kota pertama yang saya datangi di luar negeri. Enggak seperti kebanyakan wisatawan yang masuk ke Jepang melalui bandara Narita atau Haneda di Tokyo, dulu saya masuk melalui Nagoya Airport (sekarang Nagoya Airfield). Untuk penerbangan komersial, sejak tahun 2005 Nagoya Airport sudah digantikan oleh Chūbu Centrair International Airport. Hehe.. ketahuan deh, ke sananya sudah lama banget. Kalau masuk Jepang dari bandar udara lain, enggak usah kuatir. Aksesnya mudah, deh. Kota ini terlewati akses Tokaido Shinkansen, kereta cepat yang melayani rute Tokyo - Osaka. 

Dengan populasi penduduk sekitar dua juta jiwa seperti Bandung, ibukota Aichi Prefecture ini termasuk empat besar kota berpopulasi tertinggi di Jepang. Padahal, luas Nagoya dua kali lipat Bandung, lho! Jadi meskipun jumlah penduduknya banyak, tapi enggak terlalu padat. Transportasi dalam kota pun mudah karena ada enam jalur subway, yaitu jalur Higashiyama, Meijo, Meiko, Tsurumai, Sakuradori, dan Kamiida. Peta jalur subway Nagoya dapat diunduh disini.

Terdapat berbagai pilihan objek wisata di Nagoya, yang pertama saya kunjungi adalah Toyota Commemorative Museum of Industry and Technology. Museum yang dapat dicapai dengan berjalan kaki sekitar 10 menit dari Stasiun Subway Kamejima di Jalur Higashiyama ini sangat luas dan lengkap. Disini saya baru mengetahui bahwa bisnis otomotif Toyota berawal dari industri tekstil. Di paviliun permesinan tekstil, ditampilkan sekitar seratus mesin berbagai ukuran, dari mesin pemintal benang sederhana hingga mesin tenun pintar elektronik berkecepatan tinggi yang canggih. Selain itu ada pameran proses industri metal mulai dari pengecoran, penempaan, dan pemotongan. Sementara di paviliun otomotif terdapat pameran mobil dan replika pabrik perakitan mobil.

Dari museum ini, saya paling terpesona oleh Karakuri Ningyo (からくり人形), sebuah boneka mekanik yang cuma punya sebuah tugas sederhana: menyajikan teh. Apabila secangkir teh diletakkan pada nampan diatas tangannya, robot ini akan mulai berjalan. Dia bergerak sepanjang jarak yang sudah ditentukan, seolah-olah seperti berjalan (kakinya beneran gerak, lho!), kemudian menundukkan kepalanya. Kurang lebih perilakunya sama seperti orang yang menyajikan teh pada tamu. Nah, kalau boneka itu sudah menunduk, artinya teh sudah boleh diambil dan diminum. Begitu tamu selesai minum, cangkir teh yang kosong diletakkan kembali ke nampan. Robot ini akan menegakkan kepalanya, berbalik arah, kemudian berjalan kembali ke tempat semula sambil membawa nampan berisi cangkir kosong tersebut. Wow! Sebenernya kalau robot ini baru ada sekarang justru jadi enggak spesial, ya. Tapi berhubung teknologinya masih kuno, saya jadi lebih kagum. Karakuri Ningyo bukanlah barang baru, dia sudah ada sejak abad ke 17. Alih-alih menggunakan baterai, robot kuno ini digerakkan oleh per yang terbuat dari tulang ikan paus, didukung dengan pengungkit dan semacam tuas yang mengubah gerakan memutar menjadi gerakan keatas-kebawah. Ajaib juga, jaman dulu ada yang kepikiran untuk membuat mekanisme rumit seperti ini hanya untuk menyajikan teh. :D 

Setelah menyambangi museum tersebut, di kesempatan lain saya pergi ke Ōsu Kannon, sebuah kuil Buddha. Di bagian depan kuil ini terdapat lampion raksasa berwarna merah. Kuil ini mudah dicapai dengan subway, turun di stasiun Ōsu Kannon pada jalur Tsurumae. Disekitar kuil ada ribuan toko, cafe, dan restoran yang terkumpul di Ōsu Shopping District. Karena Nagoya dekat dengan laut, saya juga mengunjungi Port of Nagoya Public Aquarium, akuarium raksasa semacam seaworld yang ada di Ancol. Untuk mencapai lokasi wisata bahari ini dari stasiun Nagoya bisa menggunakan subway jalur Higashiyama ke stasiun Sakae, pindah ke jalur Meijo arah Nagoyako, turun di stasiun terakhir. Alternatifnya adalah menggunakan jalur Meitetsu atau JR ke stasiun Kanayama, pindah ke jalur subway Meiko arah Nagoyako, turun di stasiun terakhir. Tak lupa, saya juga berwisata puri ke Nagoya Castle. Istana ini dapat dicapai menggunakan subway, turun di Shiyakusho (City Hall) di jalur Meijo atau turun di Sengencho di jalur Tsurumae. Pengalaman di Port of Nagoya Public Aquarium dan di Nagoya Castle dapat dibaca disini. Sebetulnya ada satu tempat yang ingin (tapi belum sempat) saya datangi di Nagoya, yaitu Taman Shirotori. Di tengah taman itu ada rumah untuk upacara minum teh bernama Seiutei. Meskipun sudah pernah melakukan upacara minum teh di tempat lain, semoga di kunjungan saya yang selanjutnya, saya bisa melakukan upacara minum teh di Shirotori Garden. Karena keterbatasan waktu, masih banyak lokasi wisata lain di Nagoya yang belum saya sambangi. Misalnya Oasis 21 / Sakae Park, taman bertingkat ramah lingkungan dengan atap kaca transparan yang tampak seperti pesawat ruang angkasa sedang melayang ini keren dan setiap sudutnya instagramable. Ada juga SCMAGLEV & Railway Park bagi yang penasaran dengan betapa tepat waktunya kereta di Jepang, bagaimana pengendalian lalu lintasnya, serta perkembangan teknologi perkeretaapian. 

Berwisata itu enggak cuma wajib mengunjungi berbagai tempat wisata alam dan budaya, lho! Sebagai pencinta kuliner, tentunya saya suka mencoba berbagai makanan khas Jepang. Dulu saya enggak terlalu suka ikan, tapi setengah terpaksa saat tinggal sementara di Jepang saya mulai makan ikan goreng, ikan bakar, ikan asap, dan pencapaian tertinggi saya adalah.. makan ikan mentah! Bahkan sekarang, sushi dan sashimi termasuk dalam daftar comfort food saya. Ya, lengkap pakai secolek soyu / kecap asin dan sececah wasabi. Nyam-nyam.. Karena sangat suka makan udang, selama di Nagoya saya sangat sering membeli ebi furai alias udang goreng tepung di berbagai tempat makan. Walaupun ada di kebanyakan restoran Jepang, ebi furai merupakan salah satu makanan khas Nagoya. Tak lupa saya juga mencoba miso oden, kudapan yang ditusuk bambu dengan saus aka-miso manis yang hanya ada di kota ini. Kalau ada kesempatan pergi kesana lagi, saya ingin mencoba makan tebasaki, sayap ayam berbumbu yang digoreng dengan sistem deep fried. Selain itu saya juga ingin makan tenmusu, nasi kepal berisi tempura, udang goreng tepung. Belum pernah lihat sih di kota-kota lain di Jepang yang pernah saya datangi, sepertinya memang itu makanan khas Nagoya.

Bepergian ke Jepang untuk tujuan wisata sekarang semakin mudah. Sejak tahun lalu, paspor saya sudah diberi stiker visa waiver / bebas visa untuk kunjungan hingga 15 hari multiple entry yang berlaku tiga tahun. Asyik, kan? Bisa bolak-balik ke Jepang, nih! Semesta mendukung. Untuk pemegang e-paspor Indonesia, pastinya sudah tau tentang informasi bebas visa Jepang. Kalau belum, silahkan baca tulisan saya disini. Atau mungkin malah ada yang belum punya paspor? Silahkan baca langkah-langkahnya disini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun