Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kesiapan SPBU Antisipasi Gejolak Akibat (Rencana) Pembatasan BBM Subsidi

11 Juli 2024   17:59 Diperbarui: 12 Juli 2024   13:38 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan perasaan getir publik menyambut rencana pemerintah yang akan melakukan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi mulai 17 Agustus 2024.

Bagi pemerintah Keputusan pembatasan BBM subsidi itu perkara mudah, namun sebaliknya bagi pelaksana di lapangan seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), hal ini sangat riskan dan bisa menimbulkan gejolak. 

Apalagi jika masyarakat unjuk rasa, maka distribusi BBM yang memakai truk tangki bisa terganggu transportasinya. Tanpa sosialisasi yang matang, antrian BBM subsidi bisa panjang, dan publik akan lelah antre di SPBU.

Mitigasi sosial dan kematangan mekanisme pembatasan yang berbasis digital harus segera disiapkan jauh hari. Kondisi SPBU saat ini masih banyak yang bermasalah, baik masalah teknis maupun masalah tenaga kerja atau kompetensi SDM. Persebaran SPBU masih didominasi oleh SPBU milik Pertamina. 

Total jumlah SPBU Pertamina secara keseluruhan, yakni termasuk Pertashop, SPBU untuk nelayan, dan lain-lain, mencapai 14.400 lokasi. Jumlah tersebut adalah status Mei 2023.

Masalah subsidi, energi perlu dicermati mana subsidi yang ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan mana yang bersifat subsidi silang oleh korporat ( i.e., Pertamina) dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai BUMN. Subsidi JBT (Jenis BBM Tertentu) dan JBKP (Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan) yang sudah diatur itu lebih pada subsidi proses produksi. 

Adapun mengenai penyetaraan harga di daerah-daerah di luar pulau Jawa termasuk daerah 3T, ini lebih kepada masalah logistik. Tarik ulur antara economy of scale (volumetrik) dan harga produk di titik tujuan masuk dalam rezim perhitungan logistic cost.

Perlu dicatat kasus kebakaran atau kecelakaan di SPBU hingga saat ini masih sering terjadi kasus kebakaran. Bermacam upaya pencegahan yang sudah dilakukan. 

Dari analisis hasil audit dan investigasi selama ini, berbagai kejadian di SPBU disebabkan oleh beberapa faktor seperti aspek manusia (lack of skill, culture,competence), kelemahan rancang bangun (lack of engineering) seperti desain peralatan, instalasi, tata letak, perpipaan dan lainnya.

 Disamping itu, ditemukan juga kelemahan dalam pengelolaan keselamatan (lack of safety management system) seperti penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) dan lainnya. 

Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman serta untuk membantu badan usaha dan pengelola SPBU dalam menerapkan Keselamatan, maka Ditjen Migas dan TIPKM telah menyusun Pedoman Teknis Keselamatan Peralatan dan Instalasi serta Pengoperasian SPBU.

Selama ini masyarakat menyambut baik produk PT Pertamina yang bernama Pertalite dengan spesifikasi RON 90. Dalam waktu yang singkat permintaan Pertalite terus meningkat karena adanya kesadaran publik tentang perlunya mutu bahan bakar untuk kendaraannya. Ada tiga jenis bensin produksi Pertamina, yakni Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus. 

Beberapa keunggulan dari Pertalite, Pertamax dan Pertamax Plus dibandingkan dengan Premium adalah mempunyai bilangan oktan yang tinggi. Sehingga mampu meningkatkan kinerja mesin, bersifat ramah lingkungan, dan lebih ekonomis dari segi perawatan kendaraan bermotor. Kecuali Premium, tiga jenis produk Pertamina lainnya sudah mengandung zat aditif yang sangat tepat takarannya.

Mutu bahan bakar kendaraan menjadi faktor penting. Pada dekade 90-an mencuat kasus produk Pertamina yang bermasalah, yakni Premix (premium mixture) dengan RON 90 yang bisa mencemari lingkungan dan merusak air tanah. Masalah itu sebaiknya tidak terulang kembali.

Pertamina menjamin bahwa antara Premix dan Pertalite merupakan produk yang berbeda. Premix menggunakan campuran MTBE (Methyl Tetra Butyl Ether). 

Sedangkan Pertalite merupakan campuran Nafta dan HOMC (High Octane Mogas Component). Premix dibuat dari Premium ditambah MTBE yang fungsinya adalah zat untuk meningkatkan angka RON. Sementara Pertalite murni dari campuran HOMC dengan nafta, tidak memakai octane booster. 

Zat aditif yang ditambahkan bukan untuk menaikkan oktan, tapi menambahkan features BBM menjadi lebih terbakar sempurna. Sehingga mesin kendaraan lebih bertenaga getarannya halus, hemat dan ramah lingkungan.

Pertamina dimasa mendatang harus mencegah kualitas produk bahan bakar yang buruk. Kualitas bahan bakar buruk bisa merusak komponen otomotif. Bahkan bisa menyebabkan kerusakan masal komponen pompa bensin atau fuel pump. 

Sistem bahan bakar otomotif akan mengalami kondisi yang fatal jika ada yang tidak beres terkait mutu bahan bakar, tata kelola SPBU, standarisasi mutu komponen otomotif dan perilaku pemakai kendaraan bermotor.

Terkait dengan bermacam produk yang dijual melalui SPBU, perlu dilakukan functional test dan environment test terhadap komponen sistem bahan bakar, terutama terhadap fuel pump. Begitu juga harus ada pengawasan ketat terhadap tata kelola SPBU terutama terhadap storage tank dan instalasi untuk mengalirkan BBM kepada konsumen

Sekedar catatan, komponen fuel pump merupakan komponen impor yang harus mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi masalah serius. Perhatian khusus tersebut sejalan dengan UU Nomor 18/2002 ayat c yakni penguatan kemampuan audit teknologi impor yang dikaitkan dengan penguatan Standar Nasional Indonesia.

Mestinya masalah mutu bahan bakar bensin pada era sekarang ini dari sisi proses produksi tidak ada lagi kendala yang berarti. Pada prinsipnya mutu tersebut terkait dengan masalah oktan. Istilah oktan berasal dari oktana (C8). 

Dari molekul penyusun bensin, oktana memiliki sifat kompresi paling bagus karena dapat dikompres sampai volume kecil tanpa mengalami pembakaran spontan. Tidak seperti yang terjadi pada heptana, misalnya, yang dapat terbakar spontan meskipun baru ditekan sedikit.

Sebagai contoh Bensin dengan bilangan oktan 87, berarti bensin tersebut terdiri dari 87 % oktana dan 13 % heptana Bensin ini akan terbakar secara spontan pada angka tingkat kompresi tertentu yang diberikan. Sehingga hanya diperuntukkan untuk mesin kendaraan yang memiliki rasio kompresi yang tidak melebihi angka tersebut. 

Untuk meningkatkan bilangan oktan biasanya ditambahkan zat aditif seperti tetra etil lead pada bensin. Prosedur penambahan zat aditif inilah yang sangat riskan terkait dengan mutu bensin dan aspek lingkungan. Seperti dampak penambahan lead (timbal) bisa menyebabkan pencemaran udara yang serius sehingga lead sudah dilarang untuk dipakai sebagai bahan campuran bensin. 

Begitu juga dengan penambahan MTBE yang berasal dari etanol. juga berbahaya bagi lingkungan karena mempunyai sifat karsinogenik dan mudah bercampur dengan air. Sehingga jika terjadi kebocoran pada storage tank bensin di SPBU lalu mencemari air tanah akan sangat berbahaya bagi kehidupan.

Dalam domain teknik mesin, bilangan oktan (octane number) merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan sewaktu terbakar dalam mesin. Bilangan oktan suatu bensin dapat ditentukan melalui uji pembakaran sampel bensin untuk memperoleh karakteristik pembakarannya.

Karakteristik tersebut kemudian dibandingkan dengan karakteristik pembakaran dari berbagai campuran n-heptana dan isooktana. Jika ada karakteristik yang sesuai, maka kadar isooktana dalam campuran n-heptana dan isooktana tersebut digunakan untuk menyatakan nilai bilangan oktan dari bensin yang diuji.

Zat aditif dapat melindungi mesin sehingga dapat menekan biaya perawatan. Jika pencampuran zat aditif tidak tepat, akan terjadi gangguan yang disebabkan oleh gelembung-gelembung gas didalam karburator. Hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya propana dan butana yang berasal dari bensin. 

Gelembung gelembung gas yang terdapat dalam keadaan tertentu dapat menutup sistem bahan bakar. Secara teknis mesin otomotif modern memerlukan bahan bakar dengan bilangan oktan antara 90 dan 140. Semakin tinggi rasio penekanan (compression) maka diperlukan bilangan oktan yang tinggi pula.

Program pembatasan BBM bersubsidi dengan bermacam cara semuanya mengandung kerumitan dan potensi untuk diselewengkan. Pembatasan berdasar kapasitas mesin, atau berdasar tahun produksi maupun berdasarkan pengelompokan wilayah, semuanya mengandung kompleksitas dan biaya yang tinggi untuk operasionalnya.

Untuk mengatasi rumitnya mekanisme pembatasan tidak mungkin dilakukan secara manual oleh petugas SPBU. Karena hal itu sangat rawan dan berpotensi ricuh. 

Begitu juga dengan alat pengendali BBM bersubsidi dengan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) yang diimpor dari Cina dengan harga yang cukup mahal itu ternyata mengandung kerentanan yang bisa berakibat serius. Sehingga hingga saat ini RFID belum bisa diterapkan. 

Pemerintahan baru sebaiknya meminta pertanggungjawaban kepada BUMN yang memenangkan tender untuk pengadaan RFID.

Pembatasan BBM bersubsidi, selain dengan mekanisme pembatasan juga memerlukan pemetaan pola konsumsi BBM kendaraan bermotor secara akurat. 

Survei pola konsumsi diatas sebenarnya tidak terlalu sulit. Namun, kondisi infrastruktur transportasi dan manajemen lalu lintas yang belum baik semakin sulit membuat pola konsumsi BBM kendaraan bermotor. 

Pola konsumsi tersebut bisa menjadi turbulen karena berbagai faktor seperti misalnya masalah kemacetan dan sulitnya mencari tempat parkir. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun