Terminal Peti Kemas Bandung, Hidup Segan Mati Tak MauÂ
Mestinya PT Kereta Api Indonesia (KAI) bisa menjadi pelaku usaha logistik nasional yang tangguh. Apalagi usaha logistik dunia semakin efektif, inovatif dan sesuai dengan lokalitas usaha. Namun sayang sekali, setiap hari penulis yang melewati salah satu infrastruktur logistik di Bandung Raya, yakni Terminal Peti Kemas Bandung (TPKB) Gedebage kondisinya selalu sepi. Jarang ada kegiatan bongkar muat. Terminal peti kemas tersebut sebetulnya berfungsi sebagai dry port yang terbuka untuk perdagangan luar negeri untuk menunjang kelancaran ekspor barang dari kota Bandung dan sekitarnya.
Masalah TPKB Gedebage merupakan indikasi bahwa PT Kereta Api Indonesia (KAI) belum mengembangkan kapasitasnya secara optimal. Padahal, perseroan ini memiliki aset yang luar biasa, berupa moda angkutan, pergudangan, serta properti yang sangat luas dan letaknya sangat strategis.Â
Mestinya usaha logistik PT KAI pada saat ini bisa menjadi yang terkemuka. Aspek usaha logistik antara lain meliputi perencanaan dan pengawasan produksi, manajemen inventori, pergudangan, unitisasi atau pengepakan menurut jumlah unit tertentu, transportasi, serta manajemen informasi seperti prosedur order maupun konfirmasi penerimaan barang.
Sungguh ironis jika PT KAI pada saat ini hanya mampu mengangkut satu persen dari pangsa pasar angkutan logistik di Indonesia. Karena usaha logistik PT KAI belum dalam kondisi yang agilitas maka para pengusaha masih menggunakan angkutan truk.
Data juga menyatakan bahwa sekitar 80 persen pengusaha Kawasan Berikat di kawasan Bandung Raya justru memproses dokumen ekspor-impor langsung ke pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan jasa angkutan truk.Â
Padahal, di Bandung ada terminal peti kemas atau dry port Gedebage yang dilengkapi dengan infrastruktur perkeretaapian yang memadai.
Ternyata TPKB Gedebage belum dimanfaatkan pengusaha sebagai pilihan transportasi untuk distribusi peti kemas. Karena sepinya pengguna jasa angkutan peti kemas dengan KA, maka jadwal perjalanan KA angkutan peti kemas menjadi tidak menentu.
Pengembangan usaha logistik PT KAI belum disertai platform yang agility alias tangkas.
Pada era sekarang ini agility atau agilitas merupakan praktik bisnis yang progresif karena memiliki kapabilitas bagus yang mencakup struktur organisasi, sistem informasi, proses logistik, serta pola pikir organisasi yang cerdas dalam merespons perubahan yang terjadi. Platform diatas juga harus sesuai dengan arah bisnis logistik global.Â
Arah tersebut pada prinsipnya merupakan jaringan (network) fasilitas dan sistem informasi logistik yang menghubungkan hulu sampai dengan hilir (enterprise suppliers to customers)
Arah tersebut ditandai dengan adanya aktivitas insourcing. Sukses model aktivitas diatas telah ditunjukan oleh UPS dan FedEx dimana perusahaan multinasional itu tidak sekedar mengirim paket, melainkan juga menangani berbagai aspek logistik secara modern.
Sebenarnya aktivitas insourcing secara mudah bisa dilakukan oleh PT KAI karena tersedianya pergudangan, bengkel rekayasa, SDM teknologi dan aset tanah yang sangat luas yang letaknya sangat strategis dari sudut ekonomi.
Pada prinsipnya insourcing merupakan bentuk kolaborasi antara PT KAI dengan produsen komoditas, manufakturing, pedagang, dan jasa pengemasan yang menciptakan nilai tambah secara horizontal.Â
Bentuk itu juga bisa menciptakan kesempatan bisnis yang luas bagi usaha pengemasan dan pengiriman komoditas atau paket. Aktivitas insourcing yang bisa dilakukan oleh PT KAI bisa berupa produk manufakturing hingga produk bahan pangan.
Contoh produk manufakturing adalah terkait dengan industri otomotif, khususnya untuk pengemasan dan pengiriman sepeda motor dan suku cadangnya ke seluruh pelosok daerah.
Sedangkan salah satu contoh untuk produk pangan adalah komoditas minyak goreng, dimana produsennya sekaligus bisa mengemas produk tersebut di lingkungan pergudangan milik PT KAI.
Nilai strategis angkutan barang lewat kereta api harus dikembangkan menjadi kebijakan nasional dan daerah yang terpadu dan tidak boleh ditunda-tunda.Â
Apalagi, dinamika logistik dunia semakin menemukan bentuk yang lebih efektif dan efisien melalui prinsip insourcing. Perlu mencermati pertumbuhan sektor logistik dunia yang persentase terhadap PDB mencapai 15 persen.
Mestinya fakta itu memotivasi dan menjadi perhatian serius bagi pemerintah, utamanya BUMN yang bergerak di sektor logistik.
Perlu disadari bahwa biaya logistik di Indonesia masih tergolong mahal jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia.
Sebagai contoh di Indonesia sebesar 14,08 persen sedangkan Jepang hanya 4,88 persen, hal itu merupakan angka yang tinggi yang perlu dibenahi untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar dunia. Usaha logistik di negeri ini masih kerdil karena baru sebatas proses distribusi produk akhir yang nilai ekonomisnya kecil.
Untuk mengembangkan usaha logistik PT KAI dibutuhkan SDM yang memiliki kompetensi dengan standar global.
Pentingnya melakukan pengkajian faktor yang mempengaruhi pemilihan moda untuk komoditas tertentu. Juga untuk mengembangkan model yang dapat menjelaskan perilaku pemilihan moda angkutan barang. Serta bisa mengukur sensitivitas respons pengirim barang terhadap perubahan atribut perjalanan dan pelayanan.Â
Perumusan model ditentukan berdasarkan pangsa pasar yang terdiri dari Container-Eksport (C-E), Non Container-Eksport (NC-E), Non Container-Domestik (NC-D) dan pangsa pasar gabungan (Overall).
Selama ini ada premis bahwa keamanan menjadi faktor utama untuk tujuan ekspor, baik C-E maupun NC-E disusul faktor waktu, sedangkan faktor biaya pada tujuan ekspor kurang signifikan mempengaruhi pemilihan moda.Â
Pada pasar Domestik (NC-D), faktor keamanan, waktu dan biaya, ketiga-tiganya menjadi pertimbangan dalam pengiriman barang. Akses ke terminal merupakan faktor yang sangat dipertimbangkan oleh pengirim non kontainer, baik NC-E maupun NC-D.
Pengembangan usaha logistik PT KAI juga bisa mengatasi pemborosan konsumsi BBM akibat kemacetan jalur lalu-lintas, resiko kecelakaan dan maraknya pelanggaran aturan tonase kendaraan yang bisa merusak konstruksi jalan. Menurut ketentuan UU Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya tonase angkutan barang yang boleh melintasi jalan umum adalah kurang dari 35 ton.Â
Tetapi hal itu sering dilanggar dan tidak adanya ketegasan dari yang berwenang. Pekerjaan penting yang menghadang kabinet saat ini adalah bagaimana membangun Integrated Logistic System kelas dunia. Serta menciptakan value creation dan kemampuan menjalin kerjasama dengan mitra strategis yang mempunyai jaringan global. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H